Makassar (ANTARA) - Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin meninjau Stasiun Pasang Surut Air Laut sebagai pendeteksi tsunami ke Pelabuhan Perikanan Boddia, Kabupaten Takalar.
"Ini dihadirkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan BMKG dan Kemenhub. Kami menggunakan sensor radar dan sensor pressure untuk menentukan ketinggian air laut," kata Staf Badan Informasi Geospasial Hadi Wijaya di hadapan Pj Gubernur Sulsel pada peninjauan di Takalar, Minggu.
Stasiun Pasang Surut Air Laut merupakan alat yang salah satu fungsinya untuk mendeteksi dini tsunami (Early warning system/Ina-TEWS). Dia menyampaikan data ini terkirim terus-menerus secara kontinyu ke basis data di BIG di Cibinong, Bogor. Basis data tersebut dibagipakaikan (sharing data) dengan BMKG. Setelah terkirim kalau misalkan ada penurunan air yang signifikan yang turun dari biasanya, BMKG akan menyampaikan pemberitahuan bahwa ada anomali air.
"Sehingga kami nanti di BIG sebagai penyedia data dan BMKG memutuskan dari data tersebut terkait ada atau tidaknya potensi tsunami," katanya.
Penjabat Gubernur Sulsel Bahtiar menyampaikan nelayan Sulsel lebih 200 ribu orang dan Takalar terdapat 16 ribu orang. Oleh karena banyaknya pencarian kehidupan masyarakat di bidang ini sehingga kelautan dan perikanan menjadi perhatiannya. Jika bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang ada, kata dia, kesejahteraan Sulsel akan maju.
Baca juga: Mataram usulkan pengadaan alat pendeteksi gempa dan tsunami
Baca juga: Mahasiswa ITS menggagas pendeteksi tsunami berbasis "infrasound"
"Jadi itu semakin membuat kita harus lebih konsentrasi, ternyata pantai kita luas sekali dan panjang sekali serta potensinya besar sekali. Takalar saja 74 kilometer," kata dia.
Ia mengatakan dalam jangka panjang pelabuhan harus dikelola secara profesional, tidak hanya mengandalkan kekuatan APBD dan APBN, tetapi harus mencari solusi alternatif lainnya.