16 mahasiswa Newcastle University ikuti Sekolah Konservasi Pulau Curiak

id Newcastle University, pulau curiak, bekantan, ULM,Universitas Lambung Mangkurat,SBI,Monyet,Audtralia,Course,Mahasiswa,Ka

16 mahasiswa Newcastle University ikuti Sekolah Konservasi Pulau Curiak

Para mahasiswa Newcastle University, Australia saat mengikuti Sekolah Konservasi Alam di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. (ANTARA/Firman).

Banjarmasin (ANTARA) - Sebanyak 16 mahasiswa Newcastle University, Australia peserta program "Summer Course" bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) mengikuti Sekolah Konservasi Alam di Pulau Curiak yang menjadi Stasiun Riset Bekantan di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
 

"Suatu kehormatan kali ini Pulau Curiak kembali kehadiran mahasiswa mancanegara untuk bersama-sama belajar di alam sembari mengamati keanekaragaman hayati khsusunya ekosistem lahan basah," kata Ketua Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Dr Amalia Rezeki selaku pengelola Sekolah Konservasi Alam di Pulau Curiak, Minggu.

Amel, sapaan akrab Amalia Rezeki, menyebutkan, mahasiswa asing itu paling antusias bisa bertemu langsung dengan bekantan yang banyak hidup di Pulau Curiak. Satwa endemik Kalimantan yang merupakan jenis monyet dengan hidung besar dan rambut berwarna cokelat kemerahan itu ternyata cukup dikenal di Australia.

Pasalnya, Prof Tim Roberts dari University Of Newcastle yang memimpin rombongan mahasiswanya juga selaku senior adviser SBI dan telah lama bekerja sama dengan Amel dalam membangun Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak.

Kemudian mahasiswa juga diajak melakukan penanaman bibit pohon mangrove rambai yang menjadi makanan utama sekaligus tempat hidup bekantan sebagai maskot fauna Kalimantan Selatan itu.

Baca juga: UMSU masuk peringkat 21 PTS di ASEAN
Baca juga: Mahasiswa Indonesia Timur bercita-cita menjadi pengusaha nasional

Amel juga mengungkapkan bahwa Sekolah Konservasi Alam itu dalam upaya mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran generasi muda untuk peduli pelestarian alam berserta keanekaragaman hayatinya. Sejak didirikannya pada 2018, sekolah non-formal itu sudah memiliki sekitar 1.000 alumnus yang tersebar di nusantara bahkan mancanegara.

Keberadaan Pulau Curiak sebagai tempat pelestarian bekantan di luar kawasan konservasi juga mendapatkan dukungan dari PT Angkasa Pura 1, yang membantu memberikan fasilitas sarana belajar berupa bangunan ruang terbuka hijau untuk kegiatan Sekolah Konservasi alam.