Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Sumbawa, Nusa Tenggara Barat menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) salah satu bank milik negara dengan kerugian Rp3,2 miliar.
"Tersangka yang kami tetapkan dari hasil gelar perkara berinisial PM, dia merupakan bendahara BUMDes (Badan Usaha Milik Desa)," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Sumbawa Zanuar Ikhram melalui sambungan telepon dari Mataram, Senin.Dia menjelaskan peran dari tersangka PM dalam kasus ini sebagai fasilitator yang mengajukan pinjaman dana KUR untuk petani. Pengajuan tersebut berjalan pada periode 2021 sampai 2022.
"Jadi, ada nama petani yang dipinjam tersangka untuk mengajukan dana KUR dengan cara menawarkan imbalan berupa fee sebesar Rp3,5 juta sampai Rp4 juta," ujarnya.
Saat meminjam nama para petani, tersangka membuat surat perjanjian yang menyatakan bahwa dirinya sebagai peminjam bertanggung jawab atas tagihan kredit dari pihak bank.
"Petani setuju dengan peminjaman nama tersebut, karena tersangka menyatakan siap bertanggung jawab atas semua persoalan yang timbul," ucap dia.
Persoalan korupsi kemudian muncul ketika tersangka mencairkan dana KUR. Pihak bank menyerahkan buku tabungan serta kartu ATM kepada para petani.
"Setelah petani terima, tersangka ini yang ambil semua. Petani hanya diberikan fee atas perjanjian itu," ujarnya.
Meskipun telah melalui proses pengajuan yang sesuai aturan, namun pencairan dana KUR dinilai penyidik tidak tepat sasaran alias fiktif. Tersangka hanya memanfaatkan nama-nama petani sebagai pihak yang mengajukan kredit.
"Jadi, dari uang Rp50 juta, tersangka memberikan fee bervariasi mulai dari Rp3,5 juta sampai Rp5 juta dengan keseluruhan jumlah petani 64 orang," ucap dia.
Baca juga: Kejari Dompu menetapkan dua tersangka kasus korupsi anggaran dishub
Baca juga: Kejaksaan NTT sosialisasi pencegahan korupsi bagi pelajar
Dengan kalkulasi 64 petani ini kemudian muncul angka kerugian Rp3,2 miliar. Nilai tersebut adalah hasil audit internal perbankan.
Sebagai tersangka, PM dikenakan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Dari adanya penetapan ini, penyidik belum melakukan penahanan, namun keberadaan dari tersangka masih dalam pantauan kami," kata Zanuar.