Jakarta (ANTARA) - Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Berlin Roni Susman mengatakan bahwa kendala terbesar dalam sosialisasi Pemilu 2024 di Jerman adalah ketertarikan dan kepedulian para pemilih pemula yang relatif masih rendah.
Kepada ANTARA di Jakarta pada Rabu, Roni mengatakan pemilih pemula tersebut rata-rata beralasan bahwa pemilu tidak berdampak apa-apa terhadap kehidupan mereka.
“Apa sih dampak pemilu buat kita? Saya studi ke Jerman, orang tua saya bekerja. Semuanya memang self-effort, tidak terkait dengan pemilu politik. Itu yang ada di mindset mereka,” ujar Roni.
Soal upaya PPLN untuk mengubah pola pikir yang demikian, Roni mengatakan bahwa pihaknya berusaha menyampaikan fakta-fakta menarik sebagai diaspora Indonesia.
“Misalnya, di Jerman itu banyak yang (melakukan) kawin campur. Kemudian, banyak anak-anak hasil perkawinan itu setelah (berumur) 18, terancam kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Jadi 6.000 diaspora Indonesia yang kawin campur itu rata-rata merasa khawatir, karena isu dual citizen itu tidak pernah berhasil,” kata dia.
Menurut Roni, ada warga negara Indonesia (WNI) yang terpaksa pindah kewarganegaraan karena tuntutan di tempat bekerja.
Saat WNI mengubah status kewarganegaraan mereka menjadi warga negara asing (WNA), kata dia, maka hak-hak waris dari keluarga dan hak properti di Indonesia otomatis hilang. Hal-hal seperti itulah yang membuat para pemilih, termasuk pemilih pemula, sadar akan pentingnya berpartisipasi dalam Pemilu 2024.
Baca juga: PPLN Taipei akan kirim surat suara via pos di mulai 2 Januari 2024
Baca juga: Kesuksesan Pemilu 2024 tergantung kesiapan PPLN, Panwaslu
“Harus ada yang bisa menyampaikan di Senayan (DPR), yang membawa persoalan ini untuk (diatur) dalam undang-undang, supaya ada semacam visa diaspora. Jadi, diaspora (Indonesia) bisa memiliki properti (di Indonesia),” kata Roni.
Alasan lainnya, kata dia, adalah pemikiran bahwa Pemilu 2024 hanya pemilihan presiden tanpa pemilihan legislatif. Para pemilih beralasan tidak tahu siapa saja yang mencalonkan diri di DPR.