Polda NTB sita 1.116 paspor hasil ungkap kasus TPPO P3MI ilegal
Dari 1.116 paspor, 1.107 di antaranya kami sita dari hasil penggeledahan di kantor P3MI PT Mahesa Tunggal Putra yang berada di wilayah Ampenan, Kota Mataram. Sisanya disita dari 9 korban
Mataram (ANTARA) - Aparat Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyita 1.116 paspor dari hasil pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) salah satu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) ilegal, PT Mahesa Tunggal Putra asal Kota Mataram.
"Dari 1.116 paspor, 1.107 di antaranya kami sita dari hasil penggeledahan di kantor P3MI PT Mahesa Tunggal Putra yang berada di wilayah Ampenan, Kota Mataram. Sisanya disita dari 9 korban," kata Kapolda NTB Irjen Pol. Raden Umar Faroq dalam konferensi pers di Mataram, Rabu.
Dalam penanganan kasus tersebut, penyidik menetapkan empat tersangka berinisial RS (38), MS (55), S (41), dan BK.
Faroq mengatakan, masing-masing tersangka memiliki peran berbeda. Dari hasil penyidikan terungkap RS berperan sebagai pekerja lapangan yang merekrut calon pekerja migran.
Baca juga: Polda NTB sebut pemberantasan aksi TPPO masih jadi atensi tahun 2024
Baca juga: Bareskrim Polri turunkan tim mengusut dugaan TPPO pengungsi Rohingya
Kemudian, MS dan S sebagai pembuat paspor. Selanjutnya, BK sebagai direktur perusahaan yang kini masih berada di luar negeri. Dari hasil penelusuran sementara, terungkap BK berada di Malaysia.
"Untuk tersangka BK, yang direkturnya masih kami telusuri di lapangan, katanya di Malaysia," ujarnya.
Dalam kasus ini sejumlah barang bukti turut disita. Selain paspor, ada kuitansi setoran dari calon pekerja migran dan surat perjanjian korban dengan perusahaan untuk berangkat ke luar negeri.
Terkait keabsahan dari 1.116 paspor, Kapolda NTB mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pihak imigrasi.
"Kami belum bisa pastikan apakah paspor ini semua benar-benar ada pemiliknya atau palsu, itu harus kami klarifikasi dari imigrasi," ucap dia.
Baca juga: Penyelundupan pekerjaan migran harus diatasi bersama
Baca juga: Polres Lombok Tengah membagikan brosur sosialisasi pencegahan TPPO
Sementara, Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat turut menyampaikan kronologi penangkapan tiga tersangka.
"Penangkapan kami lakukan dari tindak lanjut laporan 9 korban yang tak kunjung diberangkatkan pihak perusahaan," kata Syarif.
Dari tindak lanjut laporan turut terungkap bahwa PT Mahesa Tunggal Putra tidak mengantongi izin yang sah.
"Setelah kami cek ternyata perusahaan ini tidak terdaftar di P3MI," ujarnya.
Dengan hasil penyidikan demikian, penyidik menetapkan ke empat tersangka dengan salah satunya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian melanggar Pasal 10 dan/atau Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 UU RI No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
"Terhadap ketiga tersangka kini sudah kami lakukan penahanan di Rutan Polda NTB. Untuk penanganan masih tahap pemberkasan," ucap dia.
"Dari 1.116 paspor, 1.107 di antaranya kami sita dari hasil penggeledahan di kantor P3MI PT Mahesa Tunggal Putra yang berada di wilayah Ampenan, Kota Mataram. Sisanya disita dari 9 korban," kata Kapolda NTB Irjen Pol. Raden Umar Faroq dalam konferensi pers di Mataram, Rabu.
Dalam penanganan kasus tersebut, penyidik menetapkan empat tersangka berinisial RS (38), MS (55), S (41), dan BK.
Faroq mengatakan, masing-masing tersangka memiliki peran berbeda. Dari hasil penyidikan terungkap RS berperan sebagai pekerja lapangan yang merekrut calon pekerja migran.
Baca juga: Polda NTB sebut pemberantasan aksi TPPO masih jadi atensi tahun 2024
Baca juga: Bareskrim Polri turunkan tim mengusut dugaan TPPO pengungsi Rohingya
Kemudian, MS dan S sebagai pembuat paspor. Selanjutnya, BK sebagai direktur perusahaan yang kini masih berada di luar negeri. Dari hasil penelusuran sementara, terungkap BK berada di Malaysia.
"Untuk tersangka BK, yang direkturnya masih kami telusuri di lapangan, katanya di Malaysia," ujarnya.
Dalam kasus ini sejumlah barang bukti turut disita. Selain paspor, ada kuitansi setoran dari calon pekerja migran dan surat perjanjian korban dengan perusahaan untuk berangkat ke luar negeri.
Terkait keabsahan dari 1.116 paspor, Kapolda NTB mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pihak imigrasi.
"Kami belum bisa pastikan apakah paspor ini semua benar-benar ada pemiliknya atau palsu, itu harus kami klarifikasi dari imigrasi," ucap dia.
Baca juga: Penyelundupan pekerjaan migran harus diatasi bersama
Baca juga: Polres Lombok Tengah membagikan brosur sosialisasi pencegahan TPPO
Sementara, Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat turut menyampaikan kronologi penangkapan tiga tersangka.
"Penangkapan kami lakukan dari tindak lanjut laporan 9 korban yang tak kunjung diberangkatkan pihak perusahaan," kata Syarif.
Dari tindak lanjut laporan turut terungkap bahwa PT Mahesa Tunggal Putra tidak mengantongi izin yang sah.
"Setelah kami cek ternyata perusahaan ini tidak terdaftar di P3MI," ujarnya.
Dengan hasil penyidikan demikian, penyidik menetapkan ke empat tersangka dengan salah satunya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian melanggar Pasal 10 dan/atau Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 UU RI No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
"Terhadap ketiga tersangka kini sudah kami lakukan penahanan di Rutan Polda NTB. Untuk penanganan masih tahap pemberkasan," ucap dia.