Mataram (Antara NTB) - Baiq Nuril Maknun, terdakwa dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berharap bisa menikmati indahnya menjalankan ibadah puasa di tahun ini bersama kedua anaknya.
"Kecewa sih, sebenarnya ingin merasakan puasa bersama anak," kata Nuril yang tak kuasa menahan haru hingga akhirnya meneteskan airmata di depan wartawan, Rabu.
Hal itu diungkapkan Nuril saat disinggung proses penangguhan penahannya yang sudah diajukan namun hingga saat ini belum juga mendapat kepastian dari pengadilan.
Nuril dalam sidang keempatnya ini berbeda dibanding biasanya. Dalam persidangan yang mengagendakan pemeriksaan saksi, Nuril didampingi Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Kedatangan Rieke dalam sidang ini bertujuan untuk memberikan dukungan bagi Nuril. Tidak hanya itu, Rieke juga turut mengajukan dirinya sebagai penjamin dari penangguhan penahanan Nuril.
"Semoga dengan adanya jaminan ini, Ibu Nuril bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya. Apalagi besok hari ulang tahunnya, mudah-mudahan ada (penangguhan penahanan Nuril diterima) hadiah untuk Ibu Nuril," kata Rieke.
Untuk itu, Rieke yang memberikan keterangannya usai mendampingi Nuril dalam persidangan yang digelar secara tertutup tersebut, mengharapkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram dapat mengabulkan pengajuan penangguhan penahan Nuril.
"Apalagi ini menjelang Ramadhan, dia ingin berkumpul dengan anak-anaknya yang masih kecil. Semoga saja majelis hakim mengabulkan penangguhan penahannya," ujarnya.
Kasus Nuril bermula pada Agustus 2002, saat Muslim yang meelaporkan kasus ini masih menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram. Muslim disinyalir kerap menghubungi Nuril melalui telepon.
Namun dalam percakapannya dengan Nuril, Muslim melontarkan kata-kata yang mengandung unsur asusila. Karena merasa terganggu dan terancam, Nuril kemudian merekam kata-kata Muslim tanpa sepengetahuannya.
Kemudian pada Desember 2014, seorang rekan Nuril meminjam telepon genggamnya dan menyalin rekaman Muslim.
Setelah disalin oleh rekannya, rekaman yang bernada asusila itu kemudian dengan seketika menyebarluas ke sejumlah guru maupun siswa hingga akhirnya sampai ke telinga pejabat di Pemkot Mataram.
Pada awalnya persoalan ini pernah dimediasi oleh Pejabat Pemkot Mataram. Nuril dipecat dari statusnya sebagai tenaga honorer di SMAN 7 Mataram, sedangkan Muslim diberhentikan sebagai Kepala SMAN 7 Mataram dan duduk di Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dikpora) NTB.
Namun Muslim tidak puas dengan keputusan atasannya. Merasa malu karena nama baiknya tercemar, Muslim akhirnya membawa persoalan ini ke ranah pidana.
Hingga akhirnya Nuril kemudian ditetapkan oleh penyidik kepolisian sebagai tersangka yang melanggar Pasal 27 Ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang ITE.
Sangkaan pasal itu dikenakan kepada Nuril karena diduga telah mentransmisikan atau menyebarluaskan rekaman perkataan orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan (Muslim).
Untuk itu, tertanggal 24 Maret 2017 Nuril telah resmi menjadi tahanan di Mapolda NTB. Perempuan tiga anak tersebut terancam pidana selama enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar. (*)
Nuril Berharap Bisa Berpuasa Bersama Kedua Anaknya
Kecewa sih, sebenarnya ingin merasakan puasa bersama anak