Denpasar (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengejar anggaran sebesar Rp172 triliun yang berpotensi terjadi inefisiensi dalam tata kelola kelapa sawit, bisa ditarik masuk ke kas negara.
“Kami lihat itu dari audit BPKP jadi banyak yang belum efisien misalnya kelapa sawit di KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” kata Luhut pada penutupan Business Matching 2024 di Denpasar, Kamis.
Ia menjadwalkan mengadakan rapat dalam waktu dekat di Jakarta termasuk memanggil kementerian terkait karena inefisiensi itu diperkirakan muncul karena adanya regulasi yang menghambat.
“Saya lapor kepada Bapak Presiden misalnya ada satu peraturan di kementerian itu satu sama lain ada yang tumpang tindih sehingga tidak bisa jalan,” imbuh Luhut.
Ia pun menginginkan agar regulasi tersebut diharmonisasi agar tidak ada aturan yang tumpang tindih dan tidak saling menghambat pembangunan khususnya di sektor kepala sawit Selain harmonisasi regulasi, sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo, Luhut mengungkapkan data tata kelola sawit juga perlu diperbaiki sehingga menjadi lebih efisien.
Menko Marves menyakini tidak efisien itu juga terjadi di sejumlah instansi di tanah air yang juga akan dilakukan perbaikan dan diaudit lebih lanjut oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Jadi ini bukan perasaan tapi data perlu diperbaiki sehingga budget yang dikeluarkan Kementerian Keuangan itu tidak sekedar habis, tapi harus ada hasil yang sesuai dengan yang diberikan pemerintah,” imbuhnya.
Menko Marves mengaku mendapatkan laporan dari Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh yang menyebutkan masih terjadi inefisiensi belanja anggaran negara salah satunya di sektor sawit agar tidak sekedar habis tapi ditekankan kualitas dan efisien.
Baca juga: Menko Marves resmikan industri hilirisasi rumput laut di Lombok
Baca juga: Menko Marves bidik Pulau Samosir jadi destinasi wisata premium
Untuk itu, selain mengaudit, ia juga meminta BPKP untuk membuat rincian kementerian/lembaga yang penggunaan anggarannya yang tidak efisien.
“Selama ini kami buat (anggaran) tapi kami tidak tahu hasil itu sesuai tidak dengan uang yang dikeluarkan,” katanya.