Mataram, (Antara) - Setelah tertidur 54 tahun, pada 24 September 2017 Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali kembali menunjukkan peningkatan aktivitas yang cukup signifikan dengan ditetapkan status awas.
Pada 18 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964, gunung api dengan ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu meluluhlantakkan desa-desa lereng gunung dan menelan 1.148 korban jiwa serta 296 orang lainnya menderita luka.
Trauma dengan sejarah pilu gunung api itu membuat masyarakat di lereng Gunung Agung memilih mengungsi ke berbagai tempat yang aman di Provinsi Bali, bahkan sebagian mengungsi ke Pulau Lombok.
Hingga 8 Oktober 2017, sebanyak 105 kepala keluarga (KK) atau 376 jiwa mengungsi ke Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, dan Lombok Timur.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat Muhammad Rum mengatakan para pengungsi dari Bali mulai berdatangan ketika status Gunung Agung di Kabupaten Karangasem naik dari status siaga menjadi awas, pada Jumat (22/9).
Mereka datang ke Pulau Lombok, secara bertahap. Ada diantaranya yang datang melalui melalui Pelabuhan Lembar di Kabupaten Lombok Barat dan sebagian menggunakan perahu dari Bali menuju Kabupaten Lombok Utara.
Para pengungsi tersebut tidak ditampung di posko pengungsian, melainkan tinggal di rumah keluarganya dengan alasan keamanan dan kenyamanan, kendati BPBD NTB telah menyiapkan tempat penampungan.
Kendati para pengungsi menyebar di berbagai lokasi di Pulau Lombok, namun BPBD NTB tetap memberikan perhatian dengan mendatangi mereka untuk memberikan bantuan logistik dan obat-obatan yang dibutuhkan.
Jenis bantuan yang diberikan berupa paket lauk pauk, makanan siap saji, perlengkapan makan, selimut, kebutuhan anak-anak, kebutuhan keluarga dan paket sandang.
Ada juga bantuan paket perlengkapan sekolah agar anak-anak pengungsi tetap bersekolah meskipun berada di luar Pulau Bali.
Ratusan warga Bali terdampak ancaman erupsi Gunung Agung yang mengungsi ke "pulau tetangga" (Lombok) paling banyak ditampung oleh keluarganya di Kota Mataram.
Sementara itu Kepala Bidang Data dan Logistik Badan Penanggulangan Bencaan Daerah (BPBD) Kota Mataram I Made Yasa menyebutkan jumlah pengungsi dari Bali di Mataram saat ini tercatat sebanyak 164 jiwa atau 42 KK.
Jumlah itu tersebar di 11 kelurahan dari 50 kelurahan yang ada di Kota Mataram. Lokasi tempat tinggal para pengungsi tersebut antara lain di Kelurahan Mandalika, Mayura, Karang Taliwang, Cakra Barat, Cilinaya, Cakra Selatan, Karang Baru dan Kelurahan Bintaro.
Dari 11 kelurahan yang menjadi lokasi tempat tinggal para pengungsi yang memilih tinggal bersama keluarga dekat mereka itu, paling banyak tinggal di Kelurahan Bintaro dengan jumlah sebanyak 15 KK.
Jaminan Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram Usman Hadi mengatakan selama para pengungsi berada di Mataram pihaknya berkewajiban menjamin kesehatan mereka.
Karena itu, dia telah menginformasikan semua petugas kesehatan di 11 puskesmas untuk memberikan pelayanan gratis kepada para pengungsi meskipun mereka tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Mataram.
Bahkan pengungsi yang teridentifikasi sedang hamil juga tetap diberikan pelayanan pemeriksaan dan pengobatan secara gratis. Apabila membutuhkan perawatan lebih lanjut, petugas puskesmas akan memberikan rujukan sebagai bentuk jaminan pelayanan kesehatan bagi para pengungsi.
Ia mengatakan pengungsi yang melahirkan dijamin oleh pemerintah melalui program jaminan persalinan.
Untuk mengetahui keberadaan para penungsi, Dinas Kesehatan telah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Koordinasi itu dimaksudkan untuk mencari tahu di keluarahan-kelurahan mana saja para pengungsi dari Bali berada, sehingga memudahkan dalam memberian pelayanan kesehatan.
Pendidikan
Pemkot Mataram juga membantu pendidikan anak-anak para pengungsi selama mereka berada di kota ini. Puluhan anak pengungsi sudah masuk sekolah pada sejumlah lembaga pendidikan terdekat dari lokasi tempat mereka mengungsi.
Jumlah anak pengungsi yang terakomodasi di sejumlah sekolah di Mataram sebanyak 34 orang anak. Mereka merupakan pelajar dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan ada juga SMA.
Para siswa pengungsi ini sudah mendapatkan bantuan seragam, alat tulis, buku, tas dan perlengkapan lainnya dari pemerintah provinsi. Sementara untuk orang tua mereka sudah diberikan bantuan sembako dari Dinas Sosial.
Transportasi
Pemerintah Provinsi NTB untuk berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada para pengungsi dari Bali termasuk dalam hal transportasi. Dinas Perhubungan NTB memastikan arus transportasi, baik darat, udara maupun laut bagi para pengungsi Gunung Agung yang mengungsi ke Pulau Lombok berjalan lancar.
Kepala Dinas Perhubungan NTB Lalu Bayu Windia mengatakan meski menjamin kelancaran transportasi bagi para pengungsi Gunung Agung, pihaknya tidak menjamin tiket bagi para pengungsi dari Bali ke Lombok tidak berbayar atau gratis.
Menurut dia, manajemen moda transportasi berbeda-beda. Untuk itu menyangkut biaya tiket dan sebagainya sepenuhnya akan diserahkan ke kebijakan masing-masing manajemen tranportasi.
Dinas Perhubungan NTB, menurut Bayu Windia, pihaknya hanya mengakomodir moda transportasi bisa berjalan dengan baik, manakala ditimpa dengan keadaan yang darurat.
Kendati demikian, pihaknya menginventarisir sumber daya yang bisa dipakai pengungsi secara sukarela menuju titik kumpul, seperti truk milik TNI, kepolisian atau tranportasi dinas sosial dan dinas lain, yang bisa dipakai mengangkut pengungsi atau barang milik pengungsi.
Pada pertemuan tersebut, diharapkan pihak moda tranportasi mengetahui fungsi, tugas dan peran masing masing, bekerja sebaik mungkin. Salah satu contoh, pada titik titik kumpul pengungsi, diharapkan peran BPBD bisa lebih berkontribusi, menyuplai logistik dan keperluan pengungsi lainnya.
Sementara itu, General Manager Angkasa Pura I LIA I Gusti Ngurah Ardhita menjelaskan sesuai dengan kebijakan Direktur Utama Angkasa Pura I, untuk bencana Gunung Agung, pihaknya sudah ada kebijkan dispensasi, manakala berdampak pada pesawat, seperti delay lebih dari 24 jam dibebaskan dari biaya parkir.
Sementara, bagi penumpang yang terdampak di Lombok akibat letusan itu, pihaknya berharap pemerintah melakukan kajian penanganan lebih. Apalagi, Lombok sebagai tujuan wisatawan tentu diharapkan instansi di daerah bisa memberikan kontribusi.
Dalam pertemuan yang belangsung di kantor Dishub NTB itu, AP I LIA berharap besar, moda transportasi lain bisa memberikan kebijakan. Setidaknya ada dispensasi keringanan biaya tiket bagi penumpang kategori pengungsi.
Posko
Asisten I Setda Kota Mataram Lalu Martawang pemerintah Kota Mataram, hingga saat ini masih membuka posko bagi pengungsi Bali di Kantor BPBD Mataram.
Menurut dia, meskipun sudah ada informasi kondisi sejumlah wilayah di Bali relatif aman, namun sampai sekarang posko penanganan pengungsi dari Bali untuk antisipasi erupsi Gunung Agung masih siaga 24 jam.
Ia mengatakan posko ini bisa menjadi pusat informasi bagi para pengungsi, dan tim BPBD yang berada di Posko bertugas mendata, dan mengantarkan mereka ke rumah keluarga yang akan dituju.
Pulau Lombok dan pulau dewata adalah tetangga terdekat. Tak hanya itu hubungan emosional sebagian warga kedua pulau ini juga sangat dekat. Karena itu adalah suatu keharusan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para pengungsi terdampak Gunung Agung.(*)
Lipsus - Pelayanan Terbaik Pengungsi Dari Pulau Tetangga Oleh Masnun Masud
Trauma dengan sejarah pilu gunung api itu membuat masyarakat di lereng Gunung Agung memilih mengungsi ke berbagai tempat yang aman di Provinsi Bali, bahkan sebagian mengungsi ke Pulau Lombok.