KPU sebut tambahan alat bukti kubu 01 dan 03 tidak sesuai fakta

id KPU RI,Idham Holik,Sengketa Pemilu 2024,Alat Bukti,PHPU,pilpres 2024,tak sesuai fakta

KPU sebut tambahan alat bukti kubu 01 dan 03 tidak sesuai fakta

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Kholik berfoto usai mengikuti program siniar atau podcast Antara di Gedung Wisma Antara B, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Tambahan alat bukti bertujuan membuktikan bahwa apa yang dimohonkan oleh para pemohon tidak sesuai dengan fakta
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menilai adanya penambahan alat bukti dari pasangan calon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tidak sesuai dengan fakta proses pemungutan, penghitungan hingga rekapitulasi hasil perolehan suara peserta Pilpres 2024.

"Tambahan alat bukti bertujuan membuktikan bahwa apa yang dimohonkan oleh para pemohon tidak sesuai dengan fakta proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil perolehan suara peserta pilpres," ujar Idham saat dihubungi dari Jakarta, belum lama ini.

Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kesempatan bagi seluruh pihak, baik pemohon (pasangan calon nomor urut 1 dan 3), termohon (KPU), pihak terkait (pasangan calon nomor urut 2) ataupun pemberi keterangan (Bawaslu) untuk menyerahkan tambahan alat bukti dan kesimpulan.

"Kesimpulan dan tambahan alat bukti sesuai permintaan majelis hakim dalam persidangan PHPU Pilpres," jelasnya.

Baca juga: KPU optimistis putus MK soal hasil PHPU sesuai kerangka hukum

Selain itu, sambung dia, penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 sudah sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dengan tambahan alat bukti tersebut, KPU menegaskan permohonannya agar Majelis Hakim MK dapat menolak permohonan para pemohon.

Idham pun yakin MK akan memutuskan permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilpres 2024 sesuai dengan kerangka hukum.

"Saya sangat yakin MK akan memutuskan kedua permohonan PHPU pilpres tersebut dalam kerangka hukum yang terdapat dalam Pasal 473 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Idham.

Adapun Pasal 473 dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi:

(1) Perselisihan hasil pemilu meliputi perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu.
(3) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden.

Mahkamah Konstitusi membuka tahapan penyampaian kesimpulan dalam bagian penanganan perkara PHPU Pilpres 2024 setelah berakhirnya tahapan persidangan perkara tersebut.

"Kami, majelis hakim, bersepakat sekiranya ada hal-hal yang masih mau diserahkan meskipun ini persidangan terakhir, bisa diakomodasi melalui kesimpulan," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di akhir sidang lanjutan perkara PHPU Pilpres 2024, Jumat (5/4).

Suhartoyo mengatakan bahwa tahapan penyampaian kesimpulan dalam persidangan PHPU Pilpres 2024 sebelumnya tidak wajib. Namun, pada perkara PHPU Pilpres 2024, ada banyak dinamika yang berbeda dari sebelumnya sehingga MK mengakomodasi penyampaian hal-hal yang bersifat krusial dan penyerahan berkas yang masih tertinggal melalui tahapan tersebut.

Baca juga: Mengedepankan asas independensi dan imparsial MK dalam sidang sengketa pemilu
Baca juga: Putusan MK terkait sengketa Pemilu 2024 harus bisa diterima semua pihak, kata pengamat