Abu Dhabi (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mengupayakan program pengembangan PLTS, salah satunya melalui pendekatan pengembangan PLTS Atap secara masif, untuk mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada 2025.
“Harapan yang dalam jangka pendek ya PLTS. PLTS itu kan bisa menjadi pembangkit yang skala besar maupun pembangkit yang ada di rumah. Di atapnya, di rumah masyarakat, di bangunan, di gudang. Ini kan bisa dilakukan secara bersama-sama,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat berbincang dengan ANTARA di sela Pra-Sidang Umum ke-14 Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) di Abu Dhabi, UEA, Rabu.
PLTS Atap adalah proses pembangkitan tenaga listrik yang menggunakan modul fotovoltaik yang diletakkan di atap, dinding atau bangunan lain.
Pemerintah sejak beberapa tahun silam gencar mengembangkan PLTS Atap. Pada awal tahun ini, pemerintah merevisi regulasi terkait PLTS Atap dengan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Dengan terbitnya revisi permen tersebut, skema jual beli listrik dari pemasangan PLTS Atap sudah tidak bisa dilakukan oleh pengguna PLTS Atap. Meski demikian, pemerintah akan memberikan insentif untuk menarik pemasangan PLTS Atap.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 13 dalam Permen, yang berisikan bahwa kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap yang masuk ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan ke dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan PTLS atap. Target yang dicanangkan pemerintah untuk pemasangan PLTS Atap adalah sebesar 3,6 GW pada tahun 2025 nanti.
Dadan menjelaskan sebenarnya pemerintah mengandalkan banyak jenis energi terbarukan untuk mendorong bauran EBT. Misalnya, untuk tenaga air yang saat ini juga sudah banyak proyek yang sedang dilangsungkan. Begitu juga dengan pembangkit listrik dari tenaga angin, di antaranya, di Kalimantan Selatan.
“PLTS mungkin yang bisa lebih cepat untuk implementasi,” kata Dadan.
Indonesia mencanangkan bauran EBT mencapai 23 persen pada 2025. Namun hingga 2023, bauran EBT baru mencapai 13,4 persen, atau hanya naik tipis dari 12,8 persen pada 2022.
Baca juga: PLTS berkontribusi mencapai 23 persen bauran energi di 2025
Baca juga: Pemberian subsidi EBT tekan impor bahan bakar fosil
Menurut Dadan, bauran EBT di Indonesia sebenarnya selalu bertambah setiap tahun. Namun di waktu yang bersamaan, penggunaan energi fosil juga masih berjalan dan lebih besar dibanding penggunaan EBT sehingga peningkatan persentase bauran EBT berjalan lambat.
Dadan mengatakan pihaknya terus mengkalkulasi kemungkinan tercapai atau tidak tercapainya target bauran EBT itu. Jika diperlukan revisi target, kata Dadan, kemungkinan jangka waktunya yang diperpanjang, bukan menurunkan persentase bauran EBT.
“Yang kita revisi nanti tahun capaiannya. Tahun capaiannya. Jadi tidak menurunkan target dari 23 menjadi misalkan 17 persen, bukan. Kita tetap 23 persen,” ujarnya.