Mataram-Lombok Barat perlu koordinasi tangani PKL di "bypass" bandara

id Pedagang Kaki Lima,Bypas BIL,Lombok Barat

Mataram-Lombok Barat perlu koordinasi tangani PKL di "bypass" bandara

Bundaran Giri Menang Square di jalur "bypas" Bandara Internasional yang ada di Gerung, Ibu Kota Kabupaten Lombok Barat, NTB (Foto Humas Lombok Barat)

Pedagang yang berjualan di areal `bypass` di Kota Mataram sebagian besar merupakan pedagang kaki lima (PKL) dari Lombok Barat
Mataram (Antaranews NTB) - Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyatakan, untuk menangani pedagang kaki lima di jalur "bypass" menuju Bandara Internasional Lombok perlu ada koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.

"Pedagang yang berjualan di areal `bypass` di Kota Mataram sebagian besar merupakan pedagang kaki lima (PKL) dari Lombok Barat," kata Kepala Dinas Perdagangan Kota Mataram Lalu Alwan Basri.

Pernyataan itu dikemukakannya menanggapi banyaknya keluhan masyarakat terhadap keberadaan puluhan PKL di sepanjang "bypass" Jalan Lingkar Selatan, yang tidak taat dengan aturan terutama terkait kebersihan.

Para PKL yang berjualan mulai sore hingga malam hari itu membuang sampah pada saluran yang ada di bagian timur "bypass".

Menurut Alwan, terhadap hal itu pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pihak kelurahan, kecamatan, serta Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kota Mataram, memberikan imbauan kepada mereka agar menyediakan tempat sampah secara mandiri.

"Akan tetapi, hingga saat ini masih banyak PKL yang tidak mengindahkannya. Kalau pedagang Mataram mungkin mereka nurut, tetapi pedagang dari luar belum tentu," katanya.

Terkait dengan itu, dalam hal ini Disdag Kota Mataram menilai pihaknya perlu bersinergi dan koordinasi dengan Disdag Kabupaten Lombok Barat sebab di situ sampah-sampah paling banyak dari sisa jagung, kacang dan plastik-plastik.

Dalam hal ini, lanjutnya, sebenarnya pemerintah kota tidak ingin saling menyalahkan tetapi tergantung pada pedagangnya sendiri sebab aparat tidak mungkin setiap hari berada di lokasi tersebut.

"Karena itulah, tahun ini kami mulai mewajibkan PKL memiliki tanda daftar usaha (TDU) sebagai upaya mengontrol keberadaan PKL di kota ini," katanya.

Kewajiban PKL memiliki TDU itu sesuai dengan Perda nomor 10 tahun 2015 tentang Pedagang Kaki Lima.

Dikatakannya, penerapan kepemilikan TDU tersebut saat ini dalam tahap sosialisasi di tingkat kelurahan, dilanjutkan ke PKL. Setelah sosialisasi, kewajiban TDU bagi PKL akan diberlakukan secara masif.

Dalam pengurusan TDU, lanjutnya, PKL tidak dipungut biaya apapun dalam arti gratis, namun sebelum TDU dikeluarkan tim dari Disdag terlebih dahulu akan melakukan survei terhadap lokasi berjualan PKL.

"TDU akan dikeluarkan apabila keberadaan PKL dinilai layak dan tidak mengganggu fasilitas umum," katanya.

Dengan demikian, apabila PKL di kawasan "by pass" tidak mau mengikuti aturan yang ada, mereka bisa ditertibkan. (*)