NTB-Jatim jajaki kerjasama penanggulangan TKI ilegal

id Ntb,Jatim,Jajaki kerjasama penanggulangan ,Tki,Ilegal

NTB-Jatim jajaki kerjasama penanggulangan TKI ilegal

Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB HMNS Kasdiono saat menyerahkan cendramata Provinsi NTB kepada Sekretaris Disnakertrans Provinsi Jatim.

Secara umum kami juga menerima angka PMI deportasi mencapai ratusan orang. Bahkan, dari Januari-Oktober 2018 ini 568 orang dideportasi. Tapi dibanding tahun-tahun sebelumnya ada penurunan
Surabaya (Antaranews NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mencoba menginisiasi kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam penanggulangan Pekerja Migran Indonesia atau Tenaga Kerja Indonesia nonprosedural (ilegal).

Penjajakan kerja sama ini dilakukan menyusul Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural terus terjadi di Provinsi NTB. Data yang dikeluarkan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan (BP3TKI) Mataram mencatat jumlah yang dideportasi sejak Januari hingga 31 Agustus 2018 sebanyak 679 orang dan 41 jiwa di antaranya dalam kondisi meninggal dunia.

Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kerja Disnakertrans Provinsi Jawa Timur (Jatim) Sunarya di Surabaya, Kamis menyampaikan angka PMI nonprosudural di Jatim bisa mencapai ribuan setiap tahun, bahkan di dalam satu kabupaten, khususnya di Pulau Madura, ada 100 ribu lebih. Mereka ini tersebar dari Kabupaten Pamekasan, Sumenep, Sampang, Bangkalan, termasuk di wilayah Jember.

"Secara umum kami juga menerima angka PMI deportasi mencapai ratusan orang. Bahkan, dari Januari-Oktober 2018 ini 568 orang dideportasi. Tapi dibanding tahun-tahun sebelumnya ada penurunan," kata Sunarya saat menerima kunjungan kerja Pemerintah Provinsi NTB, BP3TKI Mataram dan Komisi V DPRD NTB bersama forum media di Surabaya.

Ia menjelaskan, saat ini prioritas pemerintah setiap tahun menekan angka PMI nonprosuderal, salah satunya dengan membentuk Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penempatan dan Perlindungan PMI. Hal ini, kata dia, penting diatur di perda, karena terkait kantor PPTKIS, berkantor cabang di daerah harus satu, tidak boleh lebih. Namun, jika kantor pusat PTKIS bertempat di Jatim, maka perusahaan tidak boleh mendirikan kantor cabang di kabupaten lain di Jatim.

"Kalau mau buka kantor cabang harus satu. Kalau di Jatim sebagai kantor pusat tidak boleh ada lagi kantor cabang lain," ujarnya.

Syarat lainnya diatur dalam perda tersebut, kepala kantor cabang satu perusahaan terlebih dahulu harus memberikan presentasi maksud dan tujuan PTKIS di depan pemerintah. Jika kepala cabang terlihat tidak memikiki kompetensi maka otomatis pemerintah tidak akan mengeluarkan izin kantor. Tidak hanya itu, setiap PTKIS diwajibkan melakukan deposit jaminan Rp100 juta yang disetor atas nama gubernur.

Deposit itu, katanya, sebagai jaminan materiil perusahaan ketika nantinya melakukan satu kesalahan prosedur, baik prapemberangakatan maupun saat penempatan. Meski demikian, uang deposit itu bisa diambil paling lama dua tahun sejak perusahaan itu mulai beroperasi. Tidak saja berhenti di situ, Pemprov Jatim juga mendirikan Perusaan Daerah Jamkrida yang mengelola khusus TKI. Perusahaan milik pemerintah namun bekerja sama dengan PTKIS, baik dalam negeri maupun luar negeri.

"Angkanya memang kecil tapi sebagai wujud komitmen pertanggungjawaban perusahaan," katanya.

Sementara itu, dalam meminimalisir PMI nonprosuderal itu, pihaknya juga membentuk Satgas Anti-TKI Ilegal yang langsung berkantor di bandara. Di bandara Satgas memonitoring selama 24 jam para PMI baik yang berangkat maupun yang pulang.

"Jadi ada konter khusus Satgas TKI ilegal yang langsung monitoring 24 jam," ucap Sunarya.

Lebih lanjut, disebutkan, pemberangkatan PMI resmi di Jatim mencapai puluhan ribu setiap tahunnya, bahkan remiten yang dihasilkan bisa mencapai 7,79 triliun dari 63.496 baik formal maupun informal di 2017. Sedangkan, jumlah PPTKIS yang berkantor pusat di Jatim sebanyak 79 dan kantor cabang di daerah berjumlah 72.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB HMNS Kasdiono mengatakan akan mendorong Pemprov NTB menerapkan komitmen bersama dengan Pemprov Jatim. Hanya, saja PPTKIS perlu diikutsertakan sebab pemerintah berperan sebagai pembina dan PPTKIS berperan secara teknis dilapangan sehingga mereka penting dilibatkan. Bahkan pihaknya akan mencoba membangun asosiasi bersama PTKIS di NTB sebagai salah satu upaya kinerja bersama mencegah PMI non prosuderal.

"Komitmen ini menarik tapi penting sekali ada aturan khusus yang mengikatnya dan bila perlu ada Asosiasi PTKI," tegasnya.

Menurut dengan berbagai persoalan TKI Pemprov NTB belajar ke Pemprov Jatim dalam hal mencegah terjadinya TKI non prosedural.

"Kalau pun dijadikan daerah acuan, tidak jauh berbeda terkait persoalan TKI Ilegal dengan daerah di NTB. Malah, PMI non prosuderal masih terus terjadi bahkan angkanya tentu lebih tinggi karena faktor jumlah penduduk di Jatim," kata Kasdiono. (*)