Cukai MBDK yang tinggi diharapkan bisa ubah perilaku konsumen

id ylki,mbdk,cukai mbdk,minuman berpemanis,penyakit tidak menular

Cukai MBDK yang tinggi diharapkan bisa ubah perilaku konsumen

Sekretaris Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sri Wahyuni usai menghadiri diskusi bersama Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) di Jakarta, Rabu (23/10/2024). ANTARA/Rizka Khaerunnisa

Jakarta (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang pemberlakuan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang tinggi akan mampu mengubah perilaku konsumen untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis secara signifikan.

“Menurut hasil survei YLKI, sebanyak 25,9 persen anak usia di bawah 17 tahun itu mengonsumsi MBDK setiap hari. Artinya, aksesnya mudah, 38 persen (responden mengatakan bahwa MDBK) itu mudah didapatkan di warung,” kata Sekretaris Eksekutif YLKI Sri Wahyuni saat dijumpai usai diskusi di Jakarta, Rabu.

Sri menyampaikan, YLKI pada dasarnya mendukung pengenaan cukai pada MBDK. Namun, menurutnya, usulan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR soal tarif cukai MBDK masih kurang signifikan untuk menekan konsumsi MBDK di masyarakat.

BAKN DPR telah merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen.

Sri mengatakan, YLKI sendiri merekomendasikan pengenaan tarif cukai MBDK sampai 25 persen dan tidak diberlakukan secara bertahap sehingga bisa benar-benar mengubah perilaku konsumen. Menurutnya, rekomendasi tersebut sudah disampaikan kepada pemangku kepentingan dan masih akan terus didiskusikan.

Baca juga: YLKI: Belum ada keluhan isi daya kendaraan listrik selama Lebaran 2024

Tak seperti cukai pada produk tembakau, Sri mendorong pemerintah untuk nantinya dapat memanfaatkan hasil cukai MBDK untuk tujuan meningkatkan upaya preventif di sektor kesehatan. Sebagaimana diketahui, rencana penerapan cukai MBDK telah mengemuka sejak beberapa tahun terakhir. Penerapan cukai ini diharapkan dapat mencegah risiko penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia.

“Cukai itu kan artinya pajak untuk konsumsi yang berbahaya. Artinya konsumen harus bisa mengubah perilaku, mengurangi konsumsi. Ini (konsumsi MBDK) setiap hari (berdasarkan survei YLKI), makanya diharapkan ada punishment bagi orang yang mengonsumsi barang yang memang bahayakan dirinya sendiri,” kata Sri.

Baca juga: Aturan cukai MBDK jadi upaya lindungi pola konsumsi masyarakat

Sebelumnya pada September lalu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerima usulan BAKN DPR terkait tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan, usulan tersebut sejauh ini diterima sebagai rekomendasi. Namun, keputusannya diserahkan kepada pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto. Menurutnya, berbagai aspek juga akan dipertimbangkan dalam menentukan tarif cukai MBDK, tergantung kondisi pada tahun depan.