Jakarta (ANTARA) - Ketua Pusat Riset Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Sapto Priyanto memandang pendampingan yang berkelanjutan atau terus-menerus diperlukan bagi mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI).
“Dengan melibatkan semua unsur pemerintah dan masyarakat,” kata Sapto saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa perlu pelibatan ahli dalam penyusunan peta panduan untuk pendampingan para mantan anggota JI tersebut.
“Peta jalannya perlu melibatkan pakar yang selama ini melakukan kegiatan pencegahan dan deradikalisasi,” jelasnya.
Baca juga: BNPT pantau ruang siber dan sterilisasi rumah ibadah
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Densus 88 Antiteror Polri berencana membuat peta panduan untuk pendampingan dan pembinaan kepada mantan anggota JI.
Kepala BNPT Komjen Pol Eddy Hartono mengatakan bahwa upaya tersebut merupakan kewajiban negara dalam menjaga warganya agar tetap berada di pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca juga: DPR menegaskan ideologi Pancasila harus terus ditanamkan di era digital
"Itulah kewajiban negara. Jangan sampai mereka kembali lagi," kata Eddy dalam pernyataan pers akhir tahun 2024 di Jakarta, Senin (23/12).
Ia menjelaskan bahwa kewajiban negara untuk melakukan pembinaan dan pendampingan kepada mantan anggota JI juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Berdasarkan catatan BNPT, 1.315 mantan anggota JI telah berikrar setia kepada NKRI di Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (22/12), sehingga menandakan organisasi terlarang itu pun resmi bubar.