Koalisi mengandeng tokoh agama sosialisasikan RUU Masyarakat Adat

id RUU Masyarakat Adat,Masyarakat Adat,Tokoh agama,Sosialisasi RUU Masyarakat Adat,pengelolaan hutan,hutan adat

Koalisi mengandeng tokoh agama sosialisasikan RUU Masyarakat Adat

Koordinator Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat Veni Siregar dalam konferensi pers tentang pentingnya pengesahan RUU Masyarakat Adat di Jakarta, Senin (24/3/2025). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Jakarta (ANTARA) - Koalisi Kawal Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat menyatakan pihaknya akan menggandeng tokoh agama agar masyarakat semakin memahami pentingnya pengesahan segera RUU tersebut menjadi undang-undang setelah melalui pembahasan selama 15 tahun.

"Dalam advokasi RUU Masyarakat Adat ini kita mengajak semua pihak untuk membantu dan menyebarluaskan, serta mendukung disahkannya UU Masyarakat Adat. Salah satu yang akan kita sasar dan ajak duduk bersama itu, termasuk akademisi dan pemuka agama," kata Koordinator Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat Veni Siregar di Jakarta, Senin.

Untuk itu pihaknya juga akan melibatkan para profesor dari Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), koalisi masyarakat, dan yang paling utama adalah DPR RI.

"Kami juga akan berkonsolidasi dengan pemuka-pemuka agama agar pembahasan ini terus didengar, dan tentu saja DPR supaya memberikan rekomendasi untuk pembahasan RUU masyarakat adat ini terus berjalan," ujarnya.

Sementara itu Perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Uli Artha Siagian menyatakan RUU tersebut bukan hanya untuk masyarakat adat, melainkan untuk seluruh masyarakat, sehingga dukungan yang diberikan sangat dibutuhkan agar RUU Masyarakat Adat segera disahkan tahun 2025.

"UU Masyarakat Adat akan memberikan pelindungan hukum masyarakat adat dalam memilah sumber-sumber penghidupan kita. Praktik mereka dan nilai-nilai yang berkaitan dengan alam menjadi ekosistem penting bagi kita, baik di kampung maupun perkotaan," katanya.

Hingga saat ini, lanjutnya, tercatat 80 persen hutan di Indonesia masih dilindungi oleh masyarakat, dimana hutan tutupan sebesar 70 persen ada di wilayah masyarakat adat.

"Kalau masyarakat adat tidak punya payung hukum untuk melindungi hutan-hutan adat, maka secara langsung hutan-hutan adat kita akan hilang, sehingga berpengaruh terhadap pangan kita, karena sistem pangan kita hingga saat ini masih dilindungi oleh masyarakat adat," ucapnya.

Baca juga: Jimbaran Hijau Investor bantah kuasai 280 ha tanah dengan melawan hukum

Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), pada tahun 2024 ada 687 konflik agraria di wilayah adat, yang mengakibatkan hilangnya 11,07 juta hektare tanah adat akibat ekspansi korporasi dan proyek pembangunan tanpa persetujuan masyarakat adat.

Sebanyak 925 orang masyarakat adat dikriminalisasi, 60 orang mengalami kekerasan oleh aparat negara, dan satu orang meninggal dunia, dimana ketidakpastian hukum telah menyebabkan meningkatnya konflik masyarakat adat.

Baca juga: MAKN menggelar FSBKN guna promosikan budaya keraton

Sedangkan konstitusi telah menjamin keberadaan Masyarakat Adat dalam Pasal 18B Ayat (2) dan Pasal 28I Ayat (3) menyatakan bahwa "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia." Namun, pengakuan tersebut belum diikuti dengan undang-undang yang mengatur pelaksanaannya secara rinci.