Mataram (ANTARA) - Siaran publik begitu rupa termenu saban waktu. Sajian informasi yang mengisi dan menghiasi kebutuhan pembaca, pendengar, pemirsa atau kini lebih tepatnya netizen. Era digital memesti para media mengalihkan konten-kontennya menjadi konten digital. Diupload pada platform populer untuk kemudian diakses netizen dari waktu ke waktu.
Dulunya, untuk mengetahui informasi, kita memerlukan akses tertentu dengan membeli, berlangganan, atau memiliki alat siarannya. Kini, semua informasi sudah tersaji pada gawai yang ada dalam genggaman. Bahkan, bisa mencari informasi apa saja yang dibutuhkan sebagai tools untuk memudahkan siklus aktivitas. Fitur-fiturnya gratis, sedikit diantaranya berbayar. Cukup punya pulsa, baterai gawai, dan sinyal. Semua telah ada dan tersimpan pada sistem penyimpanan awan (cloud).
Kiwari, tiada hari tanpa siaran publik yang dilansir media. Menu informasi kerap tersaji dari informasi yang kita inginkan hingga tren konvergensi multimedia yang menyemarak. Tak pelak, media yang dikelola negara seperti Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (Antara), Kantor Berita Radio Nasional Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (TVRI). Munculnya pembahasan terhadap formulasi seperti apa dari perkembangan yang ada, kisarannya kekira sebagai berikut:
Pertama, Stutus Quo. Tetap seperti sekarang. Mengingat sejarah panjang dari masing-masing entitas dengan elan vital berbeda-beda sesuai fungsi domainnya. Kendati berbeda fungsi, tetapi tetap padu tujuan menyiarkan informasi kepada publik hingga ke pelosok nusantara bahkan ke mancanegara. Antara, RRI, dan TVRI sudah melekat pada memori warga dari generasi ke generasi dengan berkali-kali penyesuaian konten, penyegaran sarana dan perubahan manajerial seperti kini.
Kedua, RRI dan TVRI bergabung sebagai konvergensi broadcasting menjadi Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI), sedangkan Antara tetap seperti sediakala. Hal ini yang mengemuka, kendari belum pada tahap ratifikasi final. Radio dan televisi mengatup menjadi sistem penyiaran broadcasting yang terintegrasi. Adapun Antara, sebagai bagian dari BUMN yang memiliki unsur Kerja Sama Operasional (KSO) yang menjalankan aktivitas sebagai Perusahaan Umum direncanakan menjadi Perseroan Terbatas.
Ketiga, LKBN Antara, TVRI, dan RRI terintegrasi menjadi konvergensi multimedia, sebagai wadah tunggal. Lembaga penaungan yang mengatup tiga instansi corong pemerintah tersebut. Eksistensi Antara, RRI dan TVRI dibiarkan seperti sekarang tetapi punya lembaga wadah besar yang menaunginya. Bagi yang kontra dengan wacana ini, disinyalir dapat menciutkan sistem diseminasi informasi publik. Pertahanan informasi pemerintah jadi tidak sekuat sebelumnya. Sistem tatanan yang sudah baik sejatinya tak diubah. Ketiga entitas telah menjadi legenda. Titik krusialnya adalah fungsi-fungsi diseminasi yang memerlukan penyegaran cara dan konten, bukan pada perubahan kelembagaan.
Mulai dari aturan/regulasi, kewenangan, kelembagaan hingga keberpihakan anggaran untuk pengembangan siaran publik.
Pertanyaannya, kita perlu punya kendali penuh dalam pertahanan informasi negara sebagai negara besar. LKBN Antara, KBRN RRI, dan LPP TVRI adalah simbol official sekaligus corong pemerintah di era digital. Selain perlu mempertimbangkan kesejarahan dan infrastruktur yang dimiliki hingga ke pelosok. Strategis bagi penyampaian informasi publik.
Jika dalam perspektif pertahanan informasi, maka eksistensinya tetap dibutuhkan secara masing-masing sesuai dengan ranah parsialitasnya. Antara pada domain online, RRI pada domain jaringan audio, TVRI pada domain broadcasting pertelevisian yang lengkap dan saling menggenapi. Bahwa tren konvergensi multimedia yang sedang gandrung, bukan berarti mengabaikan realita bahwa banyak pula yang bergantung pada ketiga entitas siaran publik tersebut.
Toh pula, baik Antara, RRI, maupun TVRI telah mengikuti tren itu. Siaran-siarannya telah mewarnai broadcasting dan konten platform media sosial. Apapun yang diputuskan pemerintahan dengan segenap pertimbangan melalui regulasi, bermuara pada eksistensi siaran publik yang dikelola negara maupun swasta. Keberimbangan pada asas kemanfaatan lembaga, keadilan bersiaran dan pemerataan (informatif) ada di garda depan.
Inilah aset kanal komunal republik, sayang bila ada kebijakan menyatukannya, kemudian menjadi kecil dan kehilangan entitas daya gemanya. Antara, RRI, dan TVRI bukan ambalan penyiaran, tetapi subyek lembaga penyiaran. Sebagaimana mitra pers yang terus menggeliat dan menjadi pandu padu siaran informasi Republik Indonesia. Pandu padu jangan sampai teresidu. Seperti kaca benggala yang menggema, menyaji dan memenetrasi berbagai dinamika plik siaran publik.
*) Penulis adalah Pegawai Dinas Kominfotik Provinsi NTB
