BPJS Kesehatan menjelaskan alasan pembayaran ke faskes tertunda

id BPJS Kesehatan,fasilitas kesehatan,faskes,klaim BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan menjelaskan alasan pembayaran ke faskes tertunda

Ilustrasi - Petugas membantu warga mengurus layanan kesehatan di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (6/10/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom/aa.

Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menjelaskan beberapa alasan yang menyebabkan pembayaran ke fasilitas kesehatan (faskes) tertunda dan menepis isu bahwa pihaknya menolak klaim rumah sakit akibat terjadi defisit.

"Salah satu alasan yang menyebabkan pembayaran tertunda yakni perilaku pengajuan klaim fasilitas kesehatan yang upcoding," katanya dalam forum bersama pemimpin redaksi media di Jakarta, Selasa.

Upcoding yaitu perilaku mengubah atau memanipulasi kode diagnosis atau prosedur medis menjadi kode yang memiliki tarif lebih tinggi dari yang seharusnya dengan tujuan untuk mendapatkan klaim yang lebih besar dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Penyebab lainnya yakni kualitas dokumen klaim yang rendah, serta tidak sesuai ketentuan BPJS Kesehatan," ujar dia.

Ghufron juga mengemukakan beberapa kesalahan yang biasa ditemui dalam pengajuan klaim BPJS Kesehatan yang menyebabkan pembayaran ke fasilitas kesehatan menjadi tertunda, yakni kode diagnosis atau prosedur tidak tepat, indikasi perawatan tidak tepat, serta indikasi kecurangan (fraud).

Baca juga: Sebanyak 98,45 persen masyarakat Indonesia telah terdaftar JKN

"Termasuk manfaat yang tidak dijamin, tidak sesuai prosedur atau standar pelayanan, serta tidak disertai bukti pendukung atau dokumen klaim," ucapnya.

Ghufron juga menanggapi keputusan menteri tentang 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dinonaktifkan akibat peralihan ke Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Keputusan tersebut dilandasi oleh Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 serta Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).

Baca juga: Begini cara cek BSU BPJS Ketenagakerjaan 2025 lewat aplikasi JMO

"Mengacu pada peraturan tersebut, mulai bulan Mei 2025 penetapan peserta PBI akan menggunakan basis data DTSEN. Namun, mereka yang dinonaktifkan itu bisa kembali aktif jika menghubungi atau lapor ke dinas sosial setempat," paparnya.

Ia menjelaskan ada tiga syarat bagi peserta PBI JKN agar bisa kembali aktif dan mendapatkan kembali fasilitas di BPJS Kesehatan, pertama, yakni dinonaktifkan kepesertaannya pada bulan Mei 2025.

"Kedua, setelah diverifikasi (pemerintah daerah setempat/Kementerian Sosial) memang benar miskin atau hampir miskin lah, yang ketiga, apabila memang yang bersangkutan itu ada penyakit kronis atau istilahnya emergency (gawat darurat) yang memerlukan penanganan segera bisa langsung aktif," ujar dia.

Namun, menurutnya, apabila peserta tidak memenuhi tiga syarat tersebut, maka tidak dianggap masuk dalam PBI JKN, sehingga skema iuran BPJS Kesehatan bisa dibiayai oleh pemerintah daerah atau membayar secara mandiri.

Ghufron juga mengemukakan jumlah peserta yang non-aktif tersebut tidak akan memengaruhi alokasi PBI JKN dari negara yakni sekitar Rp96,8 juta.


Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.