Sidang praperadilan korban kriminalisasi penyidik polisi ditunda

id Praperadilan,Sidang ditunda

Sidang praperadilan korban kriminalisasi penyidik polisi ditunda

Sidang praperadilan dengan agenda pembacaan materi permohonan dari korban kriminalisasi penyidik Polda NTB, Mahendra Irawan, tanpa kehadiran Kapolda NTB Irjen Pol Achmad Juri sebagai pihak termohon di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Senin (18/3/2019). (Foto Antara/Dhimas BP) (Foto Antara/Dhimas BP/)

Mataram (ANTARA) - Sidang praperadilan yang diajukan Mahendra Irawan, korban kriminalisasi dari anggota penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara, dalam kasus pemalsuan dokumen jual beli tanah di Desa Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, ditunda.

Hakim Tunggal Ferdinand M Leander dari Pengadilan Negeri Mataram, Senin sore, menunda persidangan yang mengagendakan pembacaan permohonan praperadilan itu karena Kapolda NTB Irjen Pol Achmad Juri sebagai pihak termohon tidak hadir.

Persidangan pada awalnya sempat digelar oleh hakim tunggal, namun hingga pukul 13.00 Wita, pihak termohon tak kunjung datang.

Tanpa alasan yang jelas terkait ketidakhadirannya, Hakim Tunggal Ferdinand kemudian mengambil sikap dengan menunda persidangannya hingga pekan depan.

"Kita berikan kesempatan kepada pihak termohon untuk hadir kembali, nantinya panggilan akan kita layangkan lagi,. Kalau tidak hadir juga, kita pertimbangkan secara singkat di sidang berikutnya," kata Ferdinand sembari mengetuk palu sidang.

Terkait dengan ketidakhadiran Kapolda NTB sebagai termohon, Kabid Humas Polda NTB AKBP Purnama yang dikonfirmasi wartawan, mengatakan bahwa masih ada proses administrasi yang belum tuntas.

Hal itu, jelasnya, berkaitan dengan surat kuasa dari Kapolda NTB yang diamanahkan kepada Kabid Hukum belum ditandatangani.

"Sebagai penasihat hukum Polda NTB, kabidk hukum belum menandatangani surat kuasanya. Ini lagi proses," kata Purnama.

Lebih lanjut, kuasa hukum Mahendra Irawan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Alam Indonesia, Lalu Piringadi kepada wartawan mengatakan, permohonan praperadilan diajukan dengan dasar penahanan yang tidak sah.

"Penahanan klien kami pada saat tersandung kasus tanah itu, tanpa dasar yang dibenarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya," kata Piringadi.

Karena itu pemohon praperadilan yang disapa Haji Awan itu melandaskan permohonan ganti ruginya berdasarkan aturan hukum acara yang tercantum dalam Pasal 1 Butir 22 KUHAP.

Dalam aturannya, dijelaskan, ganti rugi merupakan hak seseorang karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan atau karena kekeliruan hukum yang diterapkan.

Kasus Mahendra Irawan yang disapa Haji Awan ini muncul pada Tahun 2017. Kasusnya ditangani Tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.

Ketika itu, Haji Awan dituduh sebagai pelaku yang memalsukan dokumen jual beli tanah seluas 25 are.

Dalam proses pemeriksaannya, Haji Awan mendapat perlakuan tidak wajar dari penyidik kepolisian. Bahkan penyidik yang disebutkan berinisial KTM sempat menodongkan senjata api ke arah Haji Awan ketika menjalani pemeriksaan dengan status saksi.

Aksi itu diduga karena Haji Awan tidak mau mengaku dan menandatangani berita acara penangkapan dan penahanannya yang terkesan dibuat-buat.

Meskipun Awan sempat menjelaskan dan menunjukkan bukti yang menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Namun pemeriksaan tetap berlanjut hingga akhirnya dia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak akhir Tahun 2017.

Kasusnya pun kemudian naik ke meja persidangan di Pengadilan Negeri Mataram. Namun dalam proses persidangannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram yang dipimpin Motur Panjaitan menyatakan Haji Awan tidak bersalah hingga membebaskannya dari seluruh dakwaan.

Begitu juga hasil persidangan di tingkat Kasasi Mahkamah Agung, Haji Awan dinyatakan tidak bersalah. Bahkan dari kasasinya, Majelis Hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa ada upaya kriminalisasi yang dilakukan penyidik kepolisian dalam kasus Haji Awan.

Hal tersebut yang kemudian menjadi salah satu alasan kuat Haji Awan mengajukan praperadilan dan melaporkan Kapolda NTB sebagai pihak termohon.