Tajuk ANTARA NTB - MotoGP Mandalika: Pesta Dunia, PR bersama

id Tajuk ANTARA NTB,MotoGP Mandalika,motogp 2025,lombok,Pesta Dunia,PR bersama Oleh Abdul Hakim

Tajuk ANTARA NTB - MotoGP Mandalika: Pesta Dunia, PR bersama

Pembalap Pertamina Enduro VR46 Racing Team Fabio Di Giannantonio (kedua kanan), pembalap Prima Pramac Yamaha MotoGP Miguel Oliveira (kiri), pembalap IDEMITSU Honda LCR Somkiat Chantra (kanan), pembalap Idemitsu Honda Team Asia Mario Suryo Aji (tengah) dan pembalap Honda HRC Castrol Luca Marini (kedua kiri) menyapa penggemarnya saat mengikuti MotoGP Riders Parade di Jalan Udayana, Mataram, NTB, Rabu (1/9/2025). Parade yang diikuti 10 pembalap nasional dan internasional di antaranya Francesco Bagnaia, Marco Bezzecchi, Luca Marini, Brad Binder, Miguel Oliveira, Raul Fernandez, Franco Morbidelli, Fabio Di Giannantonio, Somkiat Chantra, dan Mario Aji tersebut digelar untuk memeriahkan Pertamina Grand Prix Of Indonesia 2025 seri ke 18 yang akan diselenggarakan di Sirkuit Mandalika pada 3 hingga 5 Oktober 2025. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc. (ANTARA FOTO/AHMAD SUBAIDI)

Mataram (ANTARA) - Gelaran MotoGP Mandalika 2025 kembali menjadi magnet perhatian dunia. Tiket terjual 87 persen, ribuan pelajar menyambut parade pembalap, dan lintasan yang dinilai siap pakai menjadi bukti bahwa Nusa Tenggara Barat (NTB) serius menjaga reputasi sebagai tuan rumah sport tourism global. Namun, di balik gegap gempita ini, ada sejumlah pekerjaan rumah yang tak boleh luput dari sorotan.

Strategi penyelenggara memberi diskon tiket hingga 50 persen bagi warga NTB dan ASN pantas diapresiasi. Program ini membuat ajang kelas dunia terasa lebih inklusif, tak sekadar ditonton dari kejauhan.

Tetapi, kebiasaan masyarakat membeli tiket pada menit terakhir memunculkan potensi masalah mulai dari antrean menumpuk di loket penukaran gelang, akses jalan yang tersendat, hingga beban berlebih pada transportasi umum.

Hanya 25 unit shuttle bus yang disiapkan untuk mengangkut penonton dari Mataram dan Bandara Lombok. Jumlah ini relatif kecil untuk mengakomodasi puluhan ribu penonton.

Jika rekayasa lalu lintas tak berjalan optimal, kemacetan dan keterlambatan bisa menggerus euforia penonton yang sudah jauh-jauh datang ke Mandalika.

Secara teknis, Sirkuit Mandalika tahun ini disebut lebih siap. Metode perawatan lintasan “magic patching” mendapat pengakuan dari Federasi Balap Motor Internasional (FIM). Permukaan aspal konsisten, bebas dari masalah yang pernah mencoreng edisi perdana.

Bandara Lombok juga siaga penuh. Ratusan ton logistik MotoGP dan lebih dari seribu kru serta pembalap sudah mendarat. Operasional 24 jam, extra flight, hingga koordinasi lintas instansi menunjukkan kesiapan yang lebih matang dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Namun, isu klasik tetap mengemuka yakni kapasitas hotel yang terbatas. Banyak penonton terpaksa menginap di Bali, lalu menyeberang ke Lombok. Situasi ini menandakan perlunya percepatan pembangunan akomodasi dan transportasi lintas pulau agar NTB tak hanya jadi “venue”, tapi benar-benar jadi destinasi.

MotoGP jelas memberi denyut pada ekonomi lokal. UMKM mendapat ruang, musisi lokal hingga nasional ikut tampil, dan homestay warga ramai dipesan. Tetapi tidak semua merasakan manisnya berkah ini.

Sebagian juru parkir di Mataram mengeluhkan parade yang sepi dibanding akhir pekan biasa. Bagi mereka, promosi masih perlu ditingkatkan agar efek ekonomi menjalar lebih luas.

Inilah tantangan sport tourism. Jangan sampai dampak hanya berputar di hotel berbintang dan restoran elit. Pemerintah daerah bersama penyelenggara harus merancang distribusi manfaat yang lebih merata. Mulai dari mendukung warung kecil, memperkuat pelatihan UMKM, hingga memanfaatkan momentum ini untuk memasarkan produk lokal ke pasar global.

MotoGP Mandalika 2025 bukan hanya adu cepat di lintasan, tetapi juga ujian kebijakan. Parade budaya, kampanye keselamatan berkendara di sekolah, hingga momen pembalap berjoget “Tabola Bale” membuktikan bahwa ajang global bisa menyatu dengan identitas lokal. Namun, langkah ini harus konsisten dan terukur, bukan sekadar gimmick tahunan.

Yang dibutuhkan NTB bukan hanya sukses penyelenggaraan, melainkan keberlanjutan. Infrastruktur transportasi harus ditingkatkan, konektivitas antar-pulau dipermudah, promosi harus merata hingga desa-desa wisata, dan UMKM perlu pendampingan agar naik kelas.

MotoGP hanya berlangsung tiga hari, tetapi dampaknya harus melampaui itu. Mandalika punya potensi menjadi contoh sport tourism inklusif yang menempatkan warga lokal sebagai subjek utama, bukan sekadar penonton.

Pertanyaan krusialnya. Apakah Mandalika akan terus dikenal hanya sebagai lintasan cepat MotoGP, atau sebagai kisah sukses pembangunan pariwisata yang berkeadilan? Jawaban atas pertanyaan itu bukan semata ditentukan deru mesin di garis finis, melainkan sejauh mana kebijakan mampu memastikan semua warga ikut merasakan manfaatnya.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Turide di persimpangan: Siapkah NTB menghadapi PON 2028?
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Profesionalisme Tim Percepatan NTB yang dipertaruhkan
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB- Di balik asap insinerator, PR sampah Mataram belum usai
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB-Luka senyap di balik seragam: Kisah pilu Brigadir Esco
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB- Kamar kosong di tengah euforia MotoGP: NTB bersiap atau tertinggal?
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB- Bagaimana NTB menjaga euforia MotoGP dari risiko sepi penonton?"
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB- Honorer NTB: Harapan dan kekecewaan
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Krisis tabung hijau di NTB: Data vs realita



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.