Tajuk ANTARA NTB - Sinyal yang hilang, Saatnya digital menyentuh setiap sudut NTB

id Sinyal yang hilang,digital,NTB,Blank spot ,sinyal lemah,pemprov ntb Oleh Abdul Hakim

Tajuk ANTARA NTB - Sinyal yang hilang, Saatnya digital menyentuh setiap sudut NTB

Ilustrasi (pngtree)

Mataram (ANTARA) - Akses telekomunikasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih jauh dari merata. Pada 2025, tercatat 33 lokasi blank spot dan 124 kawasan dengan sinyal lemah, menandakan masih banyak warga yang kesulitan mengakses layanan pendidikan daring, tele-medis, maupun pasar digital.

Ketidakmerataan ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyentuh hak dasar masyarakat atas informasi, pendidikan, dan kesempatan ekonomi.

Kesenjangan akses digital di NTB muncul dari sejumlah faktor yang saling terkait. Topografi provinsi yang terdiri dari pulau-pulau terpencil, pegunungan curam, dan lembah yang sulit dijangkau membuat pembangunan menara BTS atau pemasangan kabel serat optik menjadi tantangan tersendiri.

Meskipun proyek nasional seperti backbone serat optik telah hadir, banyak titik masih belum tersentuh karena pembangunan infrastruktur lebih banyak difokuskan pada kawasan perkotaan dan destinasi wisata unggulan.

Selain itu, data pemetaan dan pelaksanaan program sering tersebar di berbagai tingkatan pemerintahan, mulai dari kabupaten, provinsi, hingga pusat, sehingga titik blank spot yang sebenarnya sudah teridentifikasi sering terlambat ditindaklanjuti.

Di Kabupaten Dompu, misalnya, tercatat 10 titik blank spot dan 21 titik dengan sinyal lemah yang tersebar di lima hingga enam kecamatan. Sementara itu, hanya ibu kota provinsi, Kota Mataram, yang relatif bebas dari masalah ini. Kondisi ini menegaskan bahwa pembangunan digital belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Dampak keterbatasan koneksi terasa di berbagai sektor. Anak-anak di desa terpencil harus menunda belajar daring, masyarakat kesulitan mengakses layanan tele-medis, UKM tidak optimal memasarkan produk secara online, dan promosi pariwisata daerah terhambat karena jaringan tidak memadai.

Ketertinggalan digital ini tidak hanya menghambat pemanfaatan teknologi, tetapi juga memperkuat kesenjangan sosial dan ekonomi antara kawasan perkotaan dan wilayah terpencil.

Menghadapi kondisi ini, beberapa langkah strategis perlu dijalankan secara terkoordinasi. Pertama, penyusunan peta prioritas dan intervensi terarah menjadi fondasi penting.

Pemerintah daerah perlu memadukan data nasional, provinsi, dan kabupaten terkait titik blank spot serta kawasan dengan sinyal lemah yang sudah terverifikasi.

Berdasarkan peta tersebut, pembangunan menara BTS, pemasangan fiber optik, maupun sistem satelit dapat diarahkan ke lokasi yang paling tertinggal sehingga investasi bisa tepat sasaran.

Kedua, kolaborasi publik, swasta, dan komunitas menjadi kunci untuk menjangkau daerah terpencil. Infrastruktur telekomunikasi tidak bisa dibangun hanya oleh pemerintah; perlu melibatkan operator telekomunikasi, lembaga publik seperti BAKTI, dan komunitas lokal.

Contohnya, pembangunan BTS mini yang dikelola BUMDes atau koperasi digital desa dapat menjembatani keterbatasan sumber daya sekaligus memberdayakan warga setempat.

Ketiga, akses fisik harus dibarengi dengan literasi digital. Koneksi yang tersedia akan sia-sia jika masyarakat tidak tahu cara memanfaatkannya, baik untuk pendidikan daring, pemasaran online, maupun telehealth.

Pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan kampus, lembaga pelatihan vokasi, dan komunitas untuk menyelenggarakan program literasi digital di wilayah blank spot.

Keempat, kebijakan daerah dan anggaran berkelanjutan mutlak diperlukan. Alokasi dana khusus dalam APBD untuk menangani blank spot dan sinyal lemah, disertai regulasi yang mendukung kemitraan pembangunan jaringan, akan memastikan proyek infrastruktur digital tidak berhenti pada satu kali pembangunan, tetapi terus berlanjut secara berkelanjutan.

Blank spot dan sinyal lemah bukan sekadar tantangan teknis. Ini adalah masalah keadilan sosial dan pemerataan kesempatan.

Dengan peta intervensi tepat, kolaborasi aktif, literasi digital kuat, dan regulasi yang mendukung, NTB memiliki peluang untuk menjadikan konektivitas digital sebagai jendela bagi seluruh anak bangsa untuk belajar, bekerja, dan berkembang bersama.


Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Reforma Agraria NTB, Menyemai harapan di tanah sendiri
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Anak muda NTB dan jalan baru diplomasi investasi global
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Membangun ulang harapan di Tanah Wera-Ambalawi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Desa berdaya dan janji kemandirian NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menata arah hijau NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Gili Gede, Ujian serius pariwisata berkelanjutan di NTB



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.