Mantan Sekjen Golkar minta divonis bebas

id Idrus Marham

Mantan Sekjen Golkar minta divonis bebas

Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham mendengarkan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/3/2019). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta (ANTARA) - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham minta divonis bebas dalam perkara dugaan penerimaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

"Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak semua dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum dan membebaskan saya dari dakwaan dan tuntutan, memulihkan nama baik, harkat dan martabat saya," kata Idrus Marham di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Idrus Marham dalam perkara ini dituntut pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda selama Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti terbukti bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih menerima hadiah sejumlah Rp2,25 miliar guna keperluan pelaksanaan munaslub Partai Golkar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo dalam pengurusan proyek PLTU MT RIAU-1.

"Saya bukan orang yang berkepentingan dengan proyek PLTU Riau I. Secara personal saya tidak memiliki kepentingan politis atas pelaksanaan munaslub karena saya bukan calon ketua umum," ungkap Idrus membacakan pledoi sepanjang 85 halaman.

Menurut Idrus, hubungannya dengan Eni Maulani Saragih adalah hubungan yang biasa.

"Sama dengan hubungan saya dengan kader-kader muda partai Golkar lainnya yang tidak bertendensi untuk mencari sesuatu yang tidak sesuai hukum dan aturan perundang-undangan," tambah Idrus.

Pola komunikasi antara Idrus dan Eni yang terungkap dalam sidang menggunakan kata "siap", "iya bang", "paham bang", menurut Idrus karena tanggapan dari senior, bukan persekongkolan atau kerja sama.

"Komunikasi itu dinilai dari perspektif pembinaan karena dalam dunia pengkaderan ada disebut pengkaderan laboratoris atau pendekatan 'keranjang sampah' di mana segala sesuatu diberi agar menyeleksi sendiri berdasarkan rambu-rambu nilai yang ada," ungkap Idrus.

Menurut Idrus, dalam persidangannya telah jelas Eni Saragih menyatakan bahwa tidak mengetahui, tidak terlibat dan tidak menerima.

"Saya tidak mempengaruhi, tidak memerintahkan, tidak menerima laporan atas apa yang dilakukan Eni Saragih berupa penerimaan sejumlah uang dan janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo," tegas Idrus.

Menutup pledoinya, Idrus membacakan puisi berjudul "Keadilan Sebuah Keniscayaan" dengan salah satu kalimatnya berbunyi "saya tidak mengerti mengapa saya harus berdiri di sini, tapi saya percaya dan yakin, di sini ada hati nurani, nurani bicara kebenaran, nurani bicara keadilan, keadilan sebuah keniscayaan".

Terkait perkara ini, Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.

Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.