Tuntutan Walhi ke Anies Baswedan soal IMB pulau reklamasi

id Anies Baswedan

Tuntutan Walhi ke Anies Baswedan soal IMB pulau reklamasi

Sejumlah aktivis WALHI DKI Jakarta menggelar unjuk rasa di depan Gedung Balaikota, Jakarta, Jumat (5/7/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nz. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Mataram (ANTARA) - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, Tubagus Sholeh Achmadi, menuntut tiga hal mengenai lahan reklamasi di Teluk Jakarta, dalam demonstrasi mereka di depan Balai Kota Jakarta.

"Kami menuntut tiga poin agar Anis (gubernur DKI Jakarta), yakni pertama, untuk menghapus reklamasi dari seluruh peta jakarta, termasuk peta tata ruang, perencanaan tata ruang," kata Achmadi, di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, perencanaan kebijakan itu reklamasi yang pernah dicabut pada 13 pulau itu tidak perlu dimasukkan lagi, atau segera dicabut. Karena jika tidak, akan menjadi potensi ada kembali.

Yang kedua, menurut dia, Pergub Nomor 206/2016 itu harus dicabut juga. kalau tidak dicabut, potensinya akan timbul kembali. Karena dalam pergub itu disebutkan juga ada pandu rancang kota, untuk reklamasi Pulau C, Pulau D, dan Pulau E namun Pulau E ini sudah dicabut.

Pula baca: Nelayan Teluk Jakarta merasa dikhianati penerbitan IMB pulau reklamasi

Pula baca: Dua kelompok massa demo desak Anies cabut IMB Pulau Reklamasi

Pula baca: Walhi soal Anies Baswedan dan penerbitan IMB di pulau reklamasi

Peraturan Gubernur Nomor 206/2016 itu diberlakukan pada saat Basuki Purnama alias Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta, yang kemudian dilanjutkan Djarot Hidayat karena Purnama dipidana kurungan penjara selama dua tahun. Sedangkan Baswedan menjadi gubernur DKI Jakarta mulai 16 Oktober 2017.

"Kalau tidak dicabut, potensinya kembali ada karena dasar hukumnya ada. Meskipun kita tahu dasar hukumnya ada," ucap Achmadi.

Untuk yang ketiga, pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus memfasilitasi audit lingkungan secara independen.

"Jadi pemerintah harus memfasilitasi saja. Siapa yang melakukannya? Masyarakat setempat, akademisi, ahlinya, kemudian organisasi masyarakat sipil yang harus dilakukan secara independen?," kata dia.

Ia menjelaskan, kalau tujuannya hanya melihat secara objektif, pemerintah tidak dalam audit lirngkungan, sifatnya hanya memfasilitasi, tidak terlibat secara jauh.