“Selama dua pekan terakhir ini, kami aktif berdiskusi dengan para investor asing yang berminat untuk mengembangkan industri petrokimia di dalam negeri,” kata Menperin Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Jumat.
Menperin menegaskan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri kimia merupakan satu dari lima sektor yang akan menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0 di Tanah Air. Oleh karena itu, industri kimia mendapat prioritas pengembangan agar lebih produktif, inovatif, dan kompetitif di kancah global.
“Contohnya, industri petrokimia, sektor hulu yang berperan strategis dalam menunjang berbagai kebutuhan produksi di sejumlah manufaktur hilir,” ungkapnya. Produk yang dihasilkan oleh industri petrokimia, antara lain digunakan sebagai bahan baku di industri plastik, tekstil, cat, kosmetik dan farmasi.
Airlangga menyebutkan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Menteri Energi dan Industri Uni Emirat Arab (UEA) Suhail Mohamed Faraj Al Mazrouei. Pada kesempatan itu dibahas rencana investasi perusahaan asal UEA, Mubadala.
“Mereka mau bergabung dalam pengembangan industri petrokimia bersama PT Chandra Asri Petrochemical dalam Proyek CAP 2,” ujarnya.
Mubadala berkomitmen akan melakukan investasi sebesar 2,5 miliar dolar AS. Nilai investasi ini merupakan setengah dari total nilai investasi yang diperlukan untuk mengembangkan fasilitas baru yang akan memproduksi olefin dan polyolefin, yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku.
Selanjutnya, China Petroleum Corporation (CPC) Taiwan juga berencana menggelontorkan dananya di Indonesia melalui kerja sama dengan PT Pertamina (persero).
Saat ini, pemerintah menunggu tindak lanjut negosiasi kedua perusahaan tersebut untuk pengembangan komplek industri petrokimia terpadu di Balongan, Indramayu, Jawa Barat.
“Kami masih menunggu pembicaraan business to business (b-to-b) antara Pertamina dan CPC. Investasi mereka sekitar 8,62 miliar dolar AS,” imbuhnya.
Menperin optimistis dengan nanti beroperasinya sejumlah pabrik petrokimia skala raksasa di Tanah Air, bakal mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik yang besar.
Saat ini, industri di Indonesia menyerap produk petrokimia dan turunannya sebanyak lima juta ton per tahun.
“Jumlah ini terus tumbuh. Pabrik-pabrik itu akan beroperasi secara bertahap. Mereka baru selesai sekitar tahun 2023-2025. Dengan demikian, industri petrokimia kita bisa tumbuh lebih baik lagi,” paparnya.