Palembang (ANTARA) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mencatat sekitar 60 persen lahan di provinsi setempat dikuasai pengusaha besar atau cukong, dan kondisi ini mengakibatkan krisis agraria yang memicu terjadinya konflik antara masyarakat petani dengan pihak korporasi menjadi berkepanjangan.
"Luas provinsi ini sekitar 8,7 juta hektare, dari jumlah itu 3,4 juta hektare dikuasai cukong dengan perincian 1,3 juta ha dikuasai perkebunan swasta, tanaman industri 1,5 juta ha, pertambangan 676 ribu ha," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri, di Palembang, Sabtu.
Ketimpangan kepemilikan atau penguasaan lahan lebih besar oleh para cukong dibandingkan yang dimiliki petani perlu segera diatasi pemerintah daerah dan pusat agar konflik agraria di Sumsel bisa diminimalkan.
"Pemerintah masih belum mampu menyelesaikan konflik agraria saat ini, upaya yang dilakukan masih belum berjalan efektif, buktinya belum selesai permasalahan lama, muncul permasalahan baru," ujarnya.
Untuk mengatasi permasalahan ktisis agraria itu, aktivis Walhi terus berupaya membantu masyarakat dan petani yang mengalami kehilangan lahan akibat adanya cukong yang mendapat izin pengelolaan kawasan hutan dan lahan untuk kegiatan usaha perkebunan, tanaman industri, dan pertambangan.
Pada pekan pertama Oktober 2019 ini, aktivis Walhi memfasilitasi tokoh tani dan masyarakat sipil Sumatera Selatan melakukan aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi kepada anggota DPRD.
Dalam aksi damai itu berhasil dilakukan pertemuan dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumsel RA Anita Nuringhati dan disampaikan keluhan terkait krisis agraria.
Dalam pertemuan itu disampaikan dampak belum adanya penyelesaian permasalahan krisis agraria berakibat pada lingkungan hidup, kelompok rentan (masyarakat adat, petani kecil, lansia, perempuan dan anak-anak), serta mengancam kedaulatan pangan dan penggerusan jati diri petani, kata Direktur Walhi Sumsel.
Sementara sebelumnya Ketua DPRD Sumsel RA Anita Nuringhati mengatakan pihaknya akan mempelajari aspirasi yang disampaikan aktivis Walhi dan tokoh tani terkait ketimpangan kepemilikan lahan dan konflik agraria.
Perusahaan yang disampaikan menguasai lahan yang sangat luas dan berkonflik dengan masyarakat akan diajak bicara dan diupayakan solusi terbaik tanpa merugikan salah satu pihak, kata Ketua DPRD Sumsel.
Berita Terkait
Gubernur Kalteng sebut PBS tak jalankan plasma menjadi pemicu konflik sosial
Senin, 9 Oktober 2023 17:45
GTRA Summit momentum wujudkan kepastian hukum tanah
Rabu, 30 Agustus 2023 19:07
Pemprov NTB minta BPN sikapi konflik agraria
Senin, 27 Januari 2014 17:22
NTB URUTAN 11 SOAL KONFLIK AGRARIA
Jumat, 13 Juli 2012 6:24
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40
Legislator Kecewa Anggaran Sosial Minim Dialokasikan Pemprov NTB
Rabu, 5 Agustus 2015 23:18