GUGATAN PRAPERADILAN TERHADAP KAPOLDA NTB DISIDANGKAN

id

Mataram, 17/2 (ANTARA) - Gugatan praperadilan terhadap Kapolri Cq. Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diajukan tim penasihat hukum mantan Wakil Gubernur (Wagub) NTB Drs H. B. Thamrin Rayes alias Bonyo, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa.

Pada sidang perdana dengan hakim tunggal Mion Ginting, SH itu, dua penasihat hukum Bonyo yaitu Burhanuddin, SH dan Fathur Rauzi, SH, menyampaikan materi gugatan yang mengarah kepada penyalahgunaan wewenang (abuse de droit) yang dilakukan penyidik Polda NTB.

Polda NTB mengeluarkan Surat Ketetapan Nomor Pol: S.Tap/01/I/2009/Dit Reskrim pada 16 Januari 2009 tentang Pencabutan Penghentian Penyidikan yang ditandatangani oleh Direskrim Kombes Pol Drs William Lameng selaku penyidik atas nama Kapolda NTB.

Atas nama Kapolda NTB, Direskrim juga melakukan penahanan terhadap Drs Thamren Rayes selama 20 hari terhitung sejak 4 Februari hingga 24 Pebruari 2009 sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor Pol: SP.HAN/19/II/2009/Dir Reskrim, 4 Februari 2009.

Padahal, sebelumnya Polda NTB telah mengeluarkan Surat Ketetapan Nomor Pol: S.Tap/04/I/2006/Dit Reskrim tentang Penghentian Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pengadaan Tanah Pemda Kabupaten Sumbawa 2001 atas nama tersangka Drs H.B. Thamren Rayes.

Penasihat hukum Bonyo yang bertindak sebagai pemohon dalam sidang praperadilan itu menegaskan bahwa perkara tindak pidana yang disangkakan kepada Thamren Rayes telah diterbitkan penetapan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) maka jika ingin mencabut SP3 itu harus melewati prosedur hukum.

Pasal 80 KUHP mengatur prosedur dan tata cara pencabutan SP3 yang dilakukan dengan terlebih dulu mengajukan gugatan praperadilan oleh pihak kejaksaan (penuntut umum) atau pihak ketiga yang dirugikan penyidik selaku pihak yang menerbitkan SP3 itu.

Selain itu, penyidik Polda NTB menggunakan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI sebagai acuan pencabutan SP3 itu, sebagaimana terdapat dalam konsideran bagian mengingat angka 2 Surat Ketetapan Nomor POl: S/Tap/01/I/2009/Dit Reskrim, tanggal 16 Jnauari 2009.

Sementara UU Nomor 2 Tahun 2002 itu mulai diundangkan dan berlaku sejak 2002 sedangkan delik yang disangkakan baik locus maupun tempus deliktinya terjadi pada 2001.

Mereka juga mempersoalkan surat ketetapan pencabutan SP3 yang berlindung di balik alasan bukti baru (novum) yang ditemukan penyidik yang dinilainya belum jelas.

Namun, Kapolda NTB, Brigjen Pol Surya Iskandar, yang diwakili tiga kuasa hukumnya yaitu Kompol Wayan Rasna, SH, AKP Sumaidi, SH, dan AKP I Wayan Alus, SH, menyatakan gugatan itu tidak cukup beralasan karena penyidik Polda NTB sudah menggunakan pedoman ketentuan yang berlaku.

"Dalam SP3 pun termuat diktum yang menegaskan bahwa jika di kemudian hari terdapat bukti baru maka perkara tersebut dapat digelar kembali, dengan demikian sah-sah saja kalau SP3 itu dibuka kembali," ujar Wayan Rasna.

Bahkan, dalam persidangan itu tim Polda NTB mengungkapkan bukti baru (novum) yang melatari pencabutan SP3 itu berdasarkan hasil pengembangan keterangan sejumlah saksi kunci.

Menurut versi tim Polda NTB itu, proses pencabutan SP3 itu juga telah melewati serangkaian prosedur antara lain pemberitahuan kepada pihak kejaksaan selaku penuntut umum dalam bentuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) lanjutan.

"Semua prosedur sudah kami tempuh dan sesuai ketentuan yang berlaku, oleh karena itu kami menolak semua butir gugatan dari pemohon dalam perkara praperadilan ini," ujar Rasna.

Untuk mendengar tanggapan (replik) kuasa hukum Bonyo selaku pemohon sekaligus jawaban atas tanggapan (duplik) tim Polda sebagai termohon, hakim tunggal sidang parperadilan itu memutuskan sidang dilanjutkan pada Rabu (18/2) pukul 09.00 Wita dan pukul 14.00 Wita. (*)




Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.