Korban asusila cabut laporan karena iba lihat kesehatan ayahnya

id kasus asusila,mantan dewan,polresta mataram

Korban asusila cabut laporan karena iba lihat kesehatan ayahnya

Kuasa hukum korban asusila, Asmuni ketika memberikan keterangan pers dikantornya, Mataram, NTB, Rabu (17/3/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Anak perempuan yang menjadi korban asusila di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mencabut laporan kepolisiannya karena merasa iba melihat kondisi kesehatan tersangka berinisial AA, mantan anggota dewan yang merupakan ayah kandungnya.

Kuasa Hukum korban asusila, Asmuni di Mataram, Rabu, mengatakan, pencabutan laporan berdasar pada perdamaian yang dilakukan antara pelapor dengan terlapor.

"Jadi awalnya memang dari pihak keluarga korban 'bersikukuh' tidak akan berikan maaf, tapi setelah korban melihat kondisi ayahnya yang sakit-sakitan di dalam tahanan, korban tersentuh dan menangis hingga akhirnya keduanya sepakat untuk saling memaafkan," kata Asmuni.

Baca juga: Penahanan eks anggota DPRD NTB tersangka asusila anak kandung ditangguhkan

Pencabutan laporannya dilaksanakan pada 15 Februari 2021. Korban melalui kuasa hukumnya, Asmuni telah menyampaikan juga alasan kliennya mencabut laporan ke penyidik Satreskrim Polresta Mataram.

Meskipun terlapor kini berstatus tersangka dan kewenangan penanganannya ada pada penyidik kepolisian, namun Asmuni yakin kasus ini akan ditangani secara profesional sesuai aturan.

"Polisi tentu akan melihat apa yang sudah terjadi, ada perdamaian, ada pencabutan laporan. Baik buruknya pasti akan menjadi pertimbangan polisi dalam menentukan kelanjutan penanganan kasus ini," ujarnya.

Dia pun mengingatkan kepolisian agar kelanjutan penanganan kasus ini dapat mengacu pada proses penyelesaian perkara yang mendasar pada keadilan restoratif (restorative justice).

"Tapi itu kewenangan penegak hukum, kami tidak bisa ikut campur dalam membuat keputusan agae sikap dari kepolisian nantinya adalah murni dari kebijakan dalam penegakan hukum," ucap dia.

Baca juga: Mantan anggota DPRD NTB diduga cabuli anak kandungnya jadi tersangka

Lebih lanjut, Asmuni menerangkan terkait kondisi psikologis korban saat ini. Dia mengatakan bahwa kondisi korban sudah lebih baik dari sebelumnya.

"Hubungan terlapor dengan pelapor, antara ayah dan anak, sekarang alhamdulillah sudah baik, komunikasi mereka juga sudah baik. Bahkan korban sering datang ke kantor kami menanyakan ke saya, kakaknya, tentang kondisi ayahnya yang sekarang sedang sakit," kata Asmuni.

Dengan adanya perdamaian yang berujung pada pencabutan laporan di Polresta Mataram, Asmuni menegaskan bahwa tindakan kliennya ini tidak ada intervensi dari pihak mana pun.

"jadi perdamaian itu murni hasil musyawarah mufakat antara pelapor dengan terlapor. Hubungan bathin antara ayah dengan anaknya," ujarnya.

Terkait informasi pencabutan laporan dari pihak korban ini, Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa sebelumnya membenarkan hal tersebut. Korban mencabut semua keterangan yang sudah disampaikan dalam berita acara pemeriksaan sebelumnya.

Dasar pencabutan itu pun, kata dia, telah dikuatkan dengan adanya bukti perdamaian korban dengan tersangka yang ditunjukan secara tertulis ke hadapan penyidik.

"Pelapor (korban) sudah mengajukan permohonan pencabutan pelaporan. Alasannya dari pihak pelapor dan terlapor sudah ada perdamaian. Awalnya kita tangani kasus ini juga karena mengakomodir laporan masyarakat," ucap dia.

Korban yang merupakan anak kandung tersangka dari istri keduanya ini adalah seorang perempuan yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

Korban melaporkan ayah kandungnya ke Mapolresta Mataram karena perbuatan tidak senonoh yang dialaminya pada 18 Januari 2021.

Kepada polisi, korban mengaku perbuatan itu terjadi ketika ibu kandungnya sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit karena terjangkit COVID-19.

Keterangan korban pun menjadi dasar kepolisian menindaklanjuti laporannya. Penyidik kemudian menetapkan AA sebagai tersangka dengan bukti yang dikuatkan dari hasil visum luar pada bagian kelamin korban.

Dari kasus ini, AA sebagai tersangka disangkakan pidana Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 Juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Namun karena kondisi kesehatannya kurang baik, penyidik menetapkan AA sebagai tahanan kota yang harus mendapatkan pengawasan medis.