DP3A Mataram berikan edukasi pencegahan perkawinan anak secara daring

id eduksi,daring,anak

DP3A Mataram berikan edukasi pencegahan perkawinan anak secara daring

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Hj Baiq Dewi Mardiana Ariany. (Foto: ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi sebagai upaya mencegah perkawinan anak, melalui sistem dalam jaringan (daring).

"Dalam kegiatan tersebut kita melibatkan anak-anak yang ada di Forum Anak Kota Mataram yang tersebar di 50 kelurahan dengan jumlah sekitar 10-15 orang," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Hj Baiq Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Kamis.

Dikatakan, di tengah pandemi COVID-19 ini program edukasi, sosialisasi, dan konseling terkait kesehatan reproduksi tetap dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kasus perkawinan anak.

Apalagi sejak pandemi COVID-19 anak-anak melaksanakan belajar dari rumah (BDR), sehingga bisa menimbulkan kejenuhan yang berpotensi memicu perkawinan anak seperti di beberapa daerah lain.

"Tapi kita di Mataram, Alhamdulillah tahun ini belum ada kasus perkawinan anak dan semoga tidak ada," katanya.

Karenanya, lanjutnya, kegiatan-kegiatan edukasi kesehatan reproduksi yang sebelum pandemi dilaksanakan secara tatap muka langsung, tetap dioptimalkan meskipun melalui daring dengan melibatkan pihak-pihak terkait termasuk dokter spesialis.

Harapannya, anak-anak yang sudah mendapatkan edukasi tersebut bisa menyampaikan informasi serupa kepada teman sebayanya atau masyarakat umum agar memiliki komitmen yang sama dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

"Keterbatasan waktu dan sumber daya manusia (SDM), membuat kami melakukan kegiatan ini secara bertahap dan hanya mengambil perwakilan dari forum anak di 50 kelurahan," katanya.

Sementara menyinggung tentang kasus kekerasan terhadap anak tahun 2021, Dewi mengatakan, sejauh ini kasus kekerasan anak yang ditangani hanya 7 kasus dan itupun didominasi oleh kasus perebutan hak asuh anak.

"Untuk perebutan hak asuh anak sebanyak 5 kasus, dan masing-masing satu kasus untuk kekerasan seksual dan psikis," katanya merinci.

Menurutnya, salah satu risiko diterapkannya belajar dari rumah selama pandemi adalah anak-anak lebih tahu banyak hal termasuk masalah yang disembunyikan orang tua selama ini.

"Jadi orang tua harus mampu menahan ego dan aktif mengajak anak-anak belajar berbagai ilmu tentang agama, keimanan, keikhlasan dan kesabaran," katanya.