Peta jalan perlindungan anak di rana daring, pentingnya perhatian sejak di kandungan

id Peta jalan perlindungan anak,Kandungan,Anak,Remaja,BKKBN,daring

Peta jalan perlindungan anak di rana daring, pentingnya perhatian sejak di kandungan

Anak-anak Sekolah Dasar (SD) sedang berbaris menunggu giliran masuk ke perpustakaan kereta api atau rail library di Stasiun Daru, Tangerang. (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat ini tengah menyusun peta jalan bagi perlindungan anak di ranah daring, yang ke depan akan menjamin keselamatan dan keamanan anak di dunia maya tersebut.

Pada tahun 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan aduan sebanyak 3.883 kasus pelanggaran hak anak yang terdiri dari 2.662 pengaduan yang bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), serta daring dan media 1.240 kasus.

Data tersebut dibagi dua bentuk, yakni pelanggaran terhadap Pemenuhan Hak Anak (PHA) sebanyak 2.036 kasus dan Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 1.866 kasus, yang tersebar dalam 15 bentuk-bentuk perlindungan khusus anak.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo saat dihubungi ANTARA memberi respons terkait hal tersebut, mengingat peta jalan perlindungan anak secara daring juga mesti memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dalam kandungan.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat diwawancarai ANTARA secara daring pada Sabtu (17/2/2024). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Nasib anak ketika dirinya tumbuh sangat dipengaruhi oleh nasib saat di dalam kandungan, sebelum ia lahir. Masih banyak kasus-kasus cacat bawaan yang diderita oleh anak hanya karena orang tua tidak memberikan perlindungan yang penuh saat hamil.

Ibu hamil yang tidak memperhatikan kandungannya, terkadang, bahkan mengonsumsi obat di luar dosis yang sudah ditentukan, tetracyclin, misalnya, atau antibiotik untuk membantu mengobati infeksi akibat bakteri. Obat asam lambung juga masih sering ditemukan dikonsumsi secara berlebihan oleh ibu hamil, sehingga menyebabkan bayi lahir kecil dan mengalami bibir sumbing.

Contoh pada ibu hamil yang kurang peduli pada kehamilannya, sehingga dia minum obat, tetracyclin misalnya, sehingga menyebabkan gigi anaknya cokelat, padahal ibu dan bapaknya punya gigi bagus, tetapi anak giginya keropos. Ini contoh bahwa perlindungan tidak dilakukan dengan baik.

Ibu hamil juga masih kerap menghadapi beragam masalah di luar kehamilan, salah satunya suami yang merokok di dalam rumah, sehingga dapat memicu janin yang tumbuh lambat dan tidak mendapatkan perlindungan yang maksimal.

Bayi bisa mengalami kelainan bawaan, pertumbuhannya terganggu, dan tidak optimal waktu lahir, baik panjang, berat, maupun kondisi organnya. Itu hanya sekelumit contoh ketika bayi tidak mendapatkan perlindungan sejak dalam kandungan.

Untuk itu, peta jalan ini juga dapat dirumuskan untuk melindungi anak sejak dalam kandungan, juga disusun secara lebih konkret agar masyarakat lebih mudah memahami konteks apa yang ingin disampaikan agar dapat bersama-sama mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Di tengah fenomena masyarakat Indonesia yang masih berpendidikan rendah, dimana rata-rata lama sekolah berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional tahun 2023 hanya 8,77, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendidikan masyarakat masih setingkat SMP, bahkan belum mencapai kelulusan SMP.

Mengingat rata-rata lama sekolah di Indonesia masih rendah, maka BKKBN menyebutkan, apabila mereka perlu memahami konteks peta jalan yang terlalu rumit, akan sulit untuk diimplementasikan, sehingga ia menyarankan agar peta tersebut dapat diterjemahkan secara konkret.

Jadi kalau dibuat peta jalan, tetapi tidak bisa diterjemahkan secara konkret, apa yang harus dilakukan di tingkat operasional di bawah, sehingga tidak hanya menjadi jargon atau slogan.

Selanjutnya, perlu ada langkah kunci atau critical step di dalam peta jalan perlindungan anak secara daring tersebut, dengan tetap memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Sebetulnya standar pertumbuhan anak itu sudah ada, misalnya saat lahir bayi itu harus memenuhi standar kesehatan berat badan minimal 2,5 kg, panjangnya minimal 48 CM. Kemudian harus dirumuskan, perlindungan apa yang harus diberikan ketika bayi lahirnya di bawah standar. Ini langkah kritis yang harus dilakukan.

Peta jalan perlindungan anak juga perlu memperhatikan pertumbuhan di enam bulan pertama anak, dan penting untuk ditegaskan di dalam satu poin kritis yang nantinya bisa dipahami secara konkret, baik bagi pemerintah, para pemangku kepentingan, maupun masyarakat secara umum.

Istilah pertumbuhan lebih mengacu kepada fungsi secara fisik, misalnya tinggi dan berat badan, juga fungsi tubuh, lain halnya dengan perkembangan yang tidak mudah diukur karena banyak unsur subjektivitas.

Perkembangan tubuh yang lebih banyak mengukur kemampuan bicara, merespons positif, perbedaan warna, motorik halus dan kasar, adalah perkembangan-perkembangan yang mesti diperhatikan juga.

Sementara terkait bait dalam lagu "Indonesia Raya" mengenai "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya", hal itu, lebih banyak pemahaman pada aspek psikis anak, seperti mereka diberikan perlindungan agar tidak stres dan tidak mendapatkan tekanan secara sosial maupun di dalam keluarga.

Selama ini, BKKBN mencatat kita masih terlalu dominan untuk mengedepankan pertumbuhan pada badannya. Untuk itu, parenting (pengasuhan) perlu sekali sehingga menyentuh pada aspek menyehatkan jiwanya.

Perlindungan bagi remaja

Di ranah daring, tindak kekerasan tidak hanya terjadi pada anak, malah sebagian besar menimpa remaja, mengingat angka dispensasi kawin terus meningkat per tahunnya yang diikuti dengan berbagai alasan.

Berdasarkan data, jumlah dispensasi kawin secara nasional yang telah dikumpulkan dari 34 pengadilan agama di seluruh provinsi pada tahun 2022 yakni sebanyak 52.095. Adapun alasan dispensasi karena hamil tercatat sebanyak 13.457 kasus, ekonomi 2.406 kasus, intim 1.132 kasus, cinta 34.987 kasus, dan jodoh 113 kasus.

BKKBN mencatat ada masa kritis pada remaja ketika mereka mengalami pubertas, mengingat pada usia tersebut mereka sudah mulai mengenal fungsi organ-organ reproduksinya.

Ketika kita berbicara tentang remaja, maka sebetulnya pubertas adalah masa kritis berikutnya, bukan sebatas pada pertumbuhan dan perkembangan badan serta fungsi organ motorik halus dan kasar, misalnya, tetapi lebih kepada fungsi organ reproduksi.

Pada saat pubertas, terjadi peristiwa yang besar sekali, dimana seorang perempuan yang semula tidak menghasilkan hormon reproduksi, tiba-tiba memiliki telur yang masak kemudian menghasilkan hormon reproduksi dan progesteron yang secara siklus akan menghasilkan menstruasi.

Pada siklus menstruasi tersebut, akan terjadi goncangan jiwa, karena secara psikis para remaja perempuan mengalami perubahan, sedangkan secara fisik sudah mulai muncul jerawat dan tanda-tanda sekunder, misalnya muncul bulu pada ketiak, kumis, dan kemaluan, payudara juga tumbuh.

Secara psikis pada remaja juga ada gejolak cinta yang tumbuh, misalnya jatuh cinta kepada lawan jenis, rasa ingin tahu dan emosional, seks juga libido yang meningkat, sehingga ada penumpahan sperma pada saat ejakulasi di dalam mimpi. Kondisi ini terjadi karena ada proses biologis yang tidak terbendung. Inilah masa kritis yang kedua dan sering menimbulkan malapetaka, jika tidak dikelola dengan baik.

Proses biologis yang tidak terbendung dan tanpa pengawasan tersebut dapat menimbulkan kehamilan di luar nikah dan memicu kekerasan seksual, sehingga penting juga untuk membuat peta jalan perlindungan remaja.

Untuk itu, ke depan diharapkan ada peta jalan perlindungan remaja yang akan diintegrasikan oleh BKKBN pada program-program Generasi Berencana (Genre), Bina Keluarga Remaja, serta Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R).