Mataram (ANTARA) - Dinas Pertanian Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menunggu program vaksinasi untuk ternak dari pemerintah sebagai antisipasi virus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang saat ini mewabah di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Timur.
"Menurut informasi, rencananya pemerintah akan menyiapkan vaksin virus PMK. Harapan kami, vaksin bisa kita terima dalam waktu dekat agar vaksinasi bisa segera dilaksanakan," kata Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Kota Mataram Drh Dijan Riatmoko di Mataram, Jumat.
Menurut dia, tingkat kematian ternak akibat virus PMK ini relatif rendah, tetapi penyebarannya sangat cepat sehingga kasusnya tinggi sehingga harus segera diantisipasi.
Sebagai langkah pencegahan jangka panjang, pihaknya masih menunggu pengiriman stok vaksin PMK untuk dilakukan vaksinasi terhadap ternak-ternak milik masyarakat dengan asumsi potensi populasi ternak di Mataram berdasarkan data 2021 sebanyak 4.221 ekor.
Potensi sasaran vaksinasi virus PMK sebanyak 4.221 ekor itu terdiri atas sapi 1.347 ekor, kerbau 4 ekor, kambing 1.555 ekor, babi 984 ekor dan kuda 331 ekor.
"Untuk populasi tahun 2022, baru bisa kita hitung akhir tahun," katanya.
Ia juga memastikan virus PMK ini menular menyerang pada hewan, tapi tidak ke manusia. Dagingnya tetap bisa dikonsumsi asalkan dengan dimasak lama, tidak dibakar.
"Karena itulah pencegahan melalui vaksinasi perlu segera dilakukan, meskipun sampai saat in kita belum temukan kasus PMK di Mataram," katanya.
Untuk langkah antisipasi pencegahan virus PMK yang telah dilakukan antara lain pengawasan dengan memperketat keluar masuk binatang ternak ke Kota Mataram dan melakukan pemantauan setiap hari di lapangan.
Selain itu, memberikan sosialisasi kepada para kelompok ternak agar mereka segera melapor ketika ada indikasi ternak mereka sakit.
"Kalau kami cepat dilaporkan, kita juga bisa mengambil tindakan segera. Sekarang kami juga menunggu SK Gubernur NTB untuk penutupan operasional Pasar Hewan Selagalas," katanya.
Di sisi lain, pihaknya juga telah meminta para pengusaha dan petugas di rumah potong hewan (RPH) tidak memberikan izin pemotongan ternak yang dalam kondisi sakit meskipun dagingnya aman dikonsumsi, sebab yang menjadi prioritas adalah kenyamanan konsumen mengkonsumsi daging dari ternak sehat.
"Jika ternak sakit dipotong, risikonya darah akan mengucur dan mengalir sehingga penyakitnya menyebar ke ternak lain," katanya.
Terkait dengan itu, Dijan mengimbau pengusaha jangan membeli ternak sapi sakit dari mana saja. Termasuk daging sapi impor yang melewati wilayah Jawa Timur.
"Kalau pengiriman daging impornya dari Jakarta melalui Tanjung Priok langsung ke Lombok, Insya Allah masih aman. Yang penting tidak melalui daratan Jawa Timur," katanya lagi.