KY HINDARI PENETAPAN PERINGKAT CALON HAKIM AGUNG

id

     Mataram, 12/12 (ANTARA) - Komisi Yudisial menghindari penetapan peringkat Calon Hakim Agung yang dinyatakan lolos seleksi, agar tidak berbenturan dengan hasil uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR.

     "Kami tidak akan menetapkan peringkat Calon Hakim Agung yang lolos seleksi untuk diajukan ke DPR, hanya mencantumkan nilai untuk masing-masing calon," kata anggota Komisi Yudisial (KY) periode 2010 - 2015 Dr Taufiqurrohman Syahuri SH MH, saat menyosialisasikan penjaringan Calon Hakim Agung (CHA) di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.

     Sosialisasi dan penjaringan CHA itu digelar di Gedung Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), yang melibatkan kalangan akademisi yang berlatar belakang disiplin ilmu hukum, dan para hakim di wilayah NTB baik hakim Pengadilan Negeri (PN) maupun hakim Pengadilan Tinggi (PT) dan hakim Pengadilan Agama (PA). 

     Taufiqurrohman mengemukakan hal itu, ketika menanggapi usulan peserta sosialisasi, Nur Kholik selaku hakim karier di Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Mataram, yang menghendaki penetapan CHA bukan di DPR, tetapi di Komisi Yudisial selaku lembaga yang berkewenangan menyiapkan CHA.

     Nur mengacu kepada Pasal 24 B Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang menegaskan bahwa seleksi CHA merupakan kewenangan Komisi Yudisial, dikarenakan hakim agung yang bersangkutan berhalangan tetap dan atau memasuki purna tugas.

     Komisi Yudisial mengajukan nama-nama CHA sebanyak tiga kali jumlah yang dibutuhkan, kemudian Komisi III DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan hingga menentapkan CHA sesuai jumlah yang dibutuhkan.

     Ia menilai Komisi Yudisial lebih memahami kandidat yang layak menjadi CHA daripada lembaga lain seperti DPR yang diberi kewenangan melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap para CHA yang diajukan Komisi Yudisial.

     "Ada aroma politik dalam penentuan calon hakim agung, maka menurut saya itu tidak sesuai amanat Pasal 24 B UUD 1945, mestinya dikembalikan ke konstitusi," ujarnya.

     Selain itu, nama-nama CHA yang diajukan oleh Komisi Yudisial tentu memiliki bobot penilaian yang berbeda-beda, sehingga terlihat jelas peringkatnya.

     Nur menilai tidak cukup alasan bagi politisi untuk mengubah peringkat atau bobot nilai yang diberikan Komisi Yudisial kepada para CHA.

     "Kalau pada akhirnya Komisi III DPR memilih calon hakim agung yang tidak sesuai peringkat yang diberikan Komisi Yudisial, maka muncul beragam pertanyaan. Oleh karena itu, kami mengusulkan hasil seleksi dari Komisi Yudisial diserahkan ke Presiden kemudian disyahkan oleh DPR," ujarnya.

     Menanggapi hal itu, Taufiqurrohman mengatakan, seleksi CHA telah diatur dalam UUD 1945 sehingga jika muncul gagasan lain maka konstitusi itu perlu diubah sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku.

     Mengenai peringkat CHA, ia menegaskan bahwa Komisi Yudusial tidak memberlakukan peringkat, kecuali mencantumkan nomor urut CHA hasil seleksi beserta nilainya.

     "Tidak ada peringkat, yang dikirim ke DPR nama-nama calon hakim agung yang bobot nilainya diatas 80. Ada yang 81, 85 dan seterusnya," ujarnya dihadapan lebih dari 50 orang peserta sosialisasi penjaringan CHA. (*)