Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp8 miliar melalui biaya tak terduga (BTT) untuk penanganan darurat bencana tahun 2023.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram Mahfuddin Noor di Mataram, Kamis, mengatakan, alokasi anggaran darurat bencana melalui APBD Kota Mataram tersebut masih sama dengan tahun 2022.
"BTT yang dialokasikan untuk 2023 merupakan sisa anggaran yang tidak terpakai tahun 2023. Dari alokasi Rp8 miliar, yang kita gunakan sekitar Rp200 juta untuk pengendalian penyakit mulut dan kuku (PMK)," katanya.
Sebenarnya, kata dia, BTT tahun 2022 juga akan digunakan untuk melakukan perbaikan terhadap tiga titik bencana longsor yang terjadi akhir November 2022.
Tiga titik itu itu ada di Lingkungan Tegal, Karang Baru, dan Perigi Kelurahan Dasan Agung. Ketiga titik itu sudah di asesmen, tinggal disiapkan penanganan perbaikan secara teknis.
"Hanya saja, karena waktu dan sisa akhir tahun anggaran 2022 sudah mepet, perbaikan kita undur tahun depan. Insya Allah, Januari 2023 proses perbaikan tiga titik longsor itu bisa kiat kerjakan," katanya.
Lebih jauh Mahfuddin mengatakan, tiga bencana longsor tersebut terjadi selama bulan November 2022, dipicu karena terjadinya peningkatan potensi bencana hidrometeorologi mendekati puncak musim hujan pada Desember 2022.
"Alhamdulillah, dari tiga titik bencana longsor itu tidak ada korban jiwa dan materi, yang yang rusak hanya fasilitas umum," katanya.
Dari asesmen kejadian longsor di Lingkungan Tegal dipicu karena tingginya debit air Kali Songkang, sehingga merusak tebing. Lokasi longsor di Tegal ini sebenarnya sekarang sedang perbaikan akibat longsor tahun lalu.
"Tapi karena di bulan November curah hujan tinggi dan debit air naik memicu terjadinya longsor susulan," katanya.
Begitu juga pemicu longsor di Karang Baru, karena tingginya debit air Sungai Jangkuk di samping Jembatan Gantung dan jembatan permanen, memicu kerusakan pada beronjong sehingga aspal turun dan pecah.
Sedangkan longsor di Lingkungan Perigi Dasan Agung terjadi karena air hujan di areal publik itu tidak bisa mengalir, sehingga saat terjadi hujan deras dan kencang, tembok pembatas roboh dan menimpa rumah warga, namun tidak sampai roboh.
"Ketiga titik lokasi longsor itu sudah kita asesmen, dan tinggal kita koordinasikan untuk penangan secara teknis dengan OPD terkait salah satunya Dinas PUPR," katanya.