Pemkot Mataram akan mendapat tambahan rusunawa di Bintaro

id huntara,mataram,rusunawa

Pemkot Mataram akan mendapat tambahan rusunawa di Bintaro

Rumah susun sederhana sewa nelayan di Kelurahan Bintaro Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, akan mendapatkan tambahan bantuan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Bintaro untuk mengakomodasi nelayan yang masih tinggal di sempadan pantai dan hunian sementara (huntara).

"Insyaallah, tahun 2023 kita akan dapat tambahan pembangunan rusunawa untuk nelayan di Bintaro," kata Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram Lalu Agus Supriadi di Mataram, Jumat.

Ia mengatakan informasi tambahan rusunawa itu didapatkan berdasarkan hasil koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebab usulan tambahan pembangunan rusunawa sudah masuk dalam data anggaran 2023.

Hanya saja, katanya, dari dua lokasi tambahan rusunawa yang diusulkan, yakni di Bintaro dan Mandalika, yang baru disetujui atau masuk data hanya usulan tambahan di Rusunawa Bintaro.

"Untuk kepastiannya, kita akan tahu pada Maret 2023 sesuai jadwal penetapan APBN oleh pemerintah," katanya.

Terkait dengan lokasi, kata Agus, tim dari Kementerian PUPR sudah melakukan survei kesiapan lahan di Bintaro sesuai perencanaan awal sebab lahan sudah disiapkan seluas 2,1 hektare dengan harapan pemerintah pusat kembali membangun satu "twin block" lagi pada lokasi yang sama.

"Dengan demikian, selain bisa mengakomodasi nelayan yang di huntara, juga bisa untuk nelayan-nelayan lainnya yang masih berada di garis sempadan pantai," katanya.

Dia mengatakan Rusunawa Bintaro dibangun satu "twin block" atau dua blok, dengan bentuk fisik tiga lantai, 44 kamar tipe 36, fasilitas dua kamar tidur, satu kamar tamu, satu dapur, dan satu kamar mandi dengan total anggaran sekitar Rp19 miliar dari Kementerian PUPR.

"Bangun fisik rusunawa itu dilengkapi dengan mebel, antara lain lemari, kursi dan tempat tidur. Jadi nelayan yang pindah tinggal bawa diri dan perabotan dapur sebab semua sudah lengkap," katanya.

Setelah nelayan menempati rusunawa tersebut, saat ini tersisa sekitar tujuh kepala keluarga (KK) yang masih menempati huntara karena mereka korban eksekusi lahan di kampung nelayan Pondok Perasi.

"Tapi kapasitas rusunawa yang sudah jadi belum sesuai dengan jumlah nelayan yang akan direlokasi. Karena itu kita minta tambahan, sekaligus untuk nelayan yang masih berada di sempadan pantai," katanya.