MENEBAR INOVASI MENUAI KEMAKMURAN DI "TANA SAMAWA" Oleh Masnun Masud

id

     Pria bertubuh ramping itu nampak sibuk mengaduk tumpukan kotoran ternak yang tampak menggunung. Sesekali ia menyeka keringat yang membasahi wajahnya. Aroma tak sedap yang menyengat hidung seolah tak mempengaruhi semangatnya untuk mengolah limbah ternak itu menjadi pupuk kompos.
     Itulah keseharian Sahidullah (25), salah seorang warga  Desa Benete, Kecamatan Maluk yang bekerja di Rumah Kompos yang berada di kompleks pusat percontohan pertanian, Community Development (Comdev) Center PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Dusun Tatar, Desa Benete, Kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
     Di kompleks Pusat Pemberdayaan Masyarakat seluas 1,7 hektare  itu Sahidullah bersama sembilan  warga lainnya mengais rezeki dengan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk kompos dan biogas. Para petani yang tergabung dalam kelompok Petani Pemakai Air (P3A) Lonto Ijo  Desa Benete ini juga mengelola usaha penggemukan sapi.
    "Sejak dua tahun ini kami mengolah kotoran ternak menjadi pupuk kompos. Ini merupakan sumber penghidupan kami,  hasilnya lumayan cukup  untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata pria lulusan SMA itu mengenang masa sulit.
    Sebelumnya para masyarakat di Benete dan desa lainnya yang kini masuk wilayah  lingkar tambang hanya mengandalkan hasil sawah, itu pun hanya setahun sekali dan hasilnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
     Pada awalnya para pekerja rumah kompos itu hanya mampu memproduksi 24 ton pupuk organik per tahun, karena mereka  harus mengumpulkan dan mengangkut kotoran ternak dari lokasi yang cukup jauh.
    Kendati sudah setahun berjalan namun hasil yang mereka peroleh relatif kecil, tidak sebanding dengan cucuran keringat dan kerja keras mereka.
    "Kami hampir putus asa. Perjuangan yang cukup melelahkan nyaris tak membuahkan hasil. Mengharapkan hasil tanaman di sawah juga tidak seberapa, karena hanya bisa ditanami sekali dalam setahun, sehingga kami harus  bekerja keras mencari tambahan penghasilan agar anak istri bisa tetap makan," tutur Jumana (45) pekerja lain di rumah kompos itu.
     Kesulitan yang dihadapi warga itu berangsur-angsur hilang ketika PT Newmont Batu Hijau menginisiasi pengembangan usaha penggemukan sapi dengan membangun kandang kumpul yang lokasinya bersebelahan dengan rumah kompos.
     Sedikitnya 14 ekor sapi Bali dan Hissar dipelihara di kandang kumpul.
     Para petani yang tergabung dalam kelompok P3A Lonto Ijo Benete itu bisa bernafas lega. Mereka tak lagi harus bersusah payah mengumpulkan dan mengangkut kotoran ternak dari lokasi yang cukup jauh, karena bahan baku pupuk organik  bisa diambil dari kandang sapi yang jaraknya hanya beberapa langkah dari rumah kompos.
    Kandang kumpul tempat penggemukan jenis sapi pada pertengahan 2011 dengan dana bantuan program Comdev PT Newmont Batu Hijau bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Pertanian dan Pesisir Sumbawa Barat (LP3SB).
    "Para pekerja rumah kompos kini tak lagi kesulitan mendapatkan kotoran ternak untuk bahan baku pembuatan  pupuk kompos, karena sapi yang kami pelihara di kandang kumpul menghasilkan sedikitnya 50 kilogram setiap hari," tutur Gau Dawang (55), warga Dusun Singa, Desa Benete, yang juga Ketua Kelompok P3A Lonto Ijo.
   
                                                    Pupuk organik
     Dengan adanya usaha penggemukan sapi yang berlokasi di kompleks Comdev Center  itu mulai Maret hingga Desember 2012 para pekerja rumah kompos  berhasil memproduksi 241 ton pupuk organik dengan rata-rata produksi 25 hingga 27 ton setiap bulan.
     Keberuntungan para petani pengelola rumah kompos itu menjadi semakin lengkap ketika manajemen perusahaan tambang tembaga dan emas yang berpusat di Denver Colorado, Amerika Serikat "memborong" pupuk organik dengan harga Rp1.000 per kilogram yang kemudian dibagikan secara gratis ke para patani.
    "Kami merasa seperti mendapat durian runtuh ketika PT Newmont Batu Hujau membeli pupuk organik yang kami produksi. Perjuangan panjang dan melelahkan itu akhirnya  berbuah manis. Kehidupan kami pun mulai membaik," kata Sahidullah dengan penuh semangat.
     Pria bertubuh ramping yang menjadi Koordinator Lapangan Rumah Kompos mengaku dari hasil penjualan pupuk organik itu ia bisa memberikan upah kepada para pekerja sebesar Rp1,7 juta hingga Rp2 juta per bulan. Jumlah itu tergolong cukup besar, karena sebelumnya mereka mangandalkan hasil sawah yang relatif kecil.
     Selain kotoran ternak, para pekerja rumah kompos juga memanfaatkan limbah petani, seperti jerami dan sisa pakan ternak termasuk gulma yang dikumpulkan ketika menyiangi tanaman padi di sawah dan rumput yang tumbuh di salura air. Hampir semua bahan baku pembuatan pupuk organik itu diambil dari lokasi sekitarnya  
    Selain meraup keuntungan dari pupuk organik, para petani P3A Lonto Ijo juga mengolah kotoran sapi menjadi biogas sebagai bahan bakar kompor untuk memasak dan lampu penerangandi pusat pemberdayaan masyarakat yang lokasi tidak jauh dari permukiman penduduk di Desa Benete.
   "Berkah" dari kehadiran Comdev Center yang dibangun PT Newmont Batu Hijau itu juga dirasakan 20 orang anggota P3A Lonto Ijo lainnya  yang berasal dari sejumlah dusun di Desa Benete yang sebelumnya bekerja sebagai buruh tani karena mereka tidak memiliki lahan garapan.
   Selama ini  mereka hanya mendapat penghasilan ketika musim tanam dan  musim panen tiba dengan membantu pemilik sawah untuk menanam maupun memanen padi. Itu pun hanya dua kali setahun dengan penghasilan yang relatif kecil.
   "Kami merasa bersyukur bisa mendapat pekerjaan  yang hasilnya lumayan. Selama ini kami hanya bekerja sebagai buruh tani, itu pun hanya setahun sekali ketika musim tanam dan musim panen, hasilnya juga tidak seberapa," kata Ibrahim, salah seorang anggota P3A Lonto Ijo.
   Selain pupuk organik dan usaha penggemukan sapi PT Newmomt Batu Hijau bersama LP3SB  juga mengembangkan sistem pertanian organik di kawasan Comdev Center dengan memanfaatkan lahan seluas 70 are.
    Lahan seluas 70 are itu dijadikan proyek percontohan budi daya sayur-sayuran organik untuk memberikan contoh kepada para petani tentang teknik budi daya tananam termasuk sayur-sayuran dan buah-buahan tanpa menggunakan pupuk kimia.
   "Kami telah melatih kelompok tani perempuan dari Desa Benete tentang cara menanam sayur-sayuran organik yang baik dengan menggunkan pupuk organik,  kol, tomat, sawi dan cabe. Hasilnya di jual ke pasar, kata Gatot Wahyudi dari LP3SB.
     Pengembangan tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan organik  akan dikembangkan juga di desa lainnya terutama di tiga kecamatan yang masuk lingkar tambang, yakni Kecamatan Jereweh, Maluk dan Kecamatan Sekongkang.
     Sejatinya Comdev Center merupakan program pelatihan yang menggunakan pola Sekolah Lapangan Petani. Gurunya  adalah pengalaman, perpustakaannya lahan usaha tani dan proses belajar berlangsung di lahan usaha tani yang sekaligus berfungsi sebagai  laboratorium petani di lapangan.
    H Ismail (70), salah seorang petani yang juga tokoh masyarakat Desa Benata menuturkan, belasan tahun silam sebelum PT Newmont Batu Hijau hadir di "Tana Samawa" (sebutan untuk Kabupaten Sumbawa Barat), kondisi kehidupan masyarakat cukup memprihatinkan.
     Kala itu, Benete, Maluk dan Sekongkang masih berstatus dusun kecil yang dihuni petani miskin yang hidup dalam kondisi serba kekurangan.
    "Lahan pertanian yang menjadi penopang utama kehidupan masyarakat hanya bisa ditanami sekali dalam setahun. Itu pun seringkali mengalami gagal panen. Saat itu pertanian tidak menjanjikan kehidupan yang lebih layak bagi petani," katanya mengenang masa sulit ketika perusahaan tambang itu belum beroperasi daerah ini.
     Upaya petani mendapatkan air untuk mengairi sawah mereka diakali dengan cara menaruh daun pisang atau daun tanaman lain di atas batu agar air bisa mengalir ke sawah. Konflik sosial pun sering muncul karena rebutan air antarpetani.
    Persoalan lain yang tak kalah rumitnya adalah luas areal pertanian berupa sawah tadah hujan relatif sempit. Satu kepala keluarga hanya memiliki paling banyak dua hingga tiga petak sawah. Itu pun hanya bisa ditanami padi sekali dalam setahun.
     Dengan umur padi yang relatif panjang mencapai enam bulan dan penanganan hama secara tradisional membuat waktu petani terkuras karena harus menjaga sawahnya secara bersama-sama dalam waktu yang relatif panjang.
    "Hasil panen saat itu hanya bisa dinikmati selama tiga atau empat bulan, selebihnya masyarakat setempat terpaksa mengkonsumsi gadung atau seramping (sagu) dan pisang," kata H Ismail mengenang masa sulit belasan tahun silam.
    Namun kini kondisinya telah jauh berbeda, tak hanya masyarakat yang mengais rezeki dari rumah kompos atau mendapat keuntungan dari usaha penggemukan sapi di kandang kumpul yang mendapat "berkah" dari keberadaan PT Newmont Batu Hijau, tetapi juga para petani yang produksi pertaniannya kian meningkat.
     Kehidupan masyarakat yang semakin sejahtera itu tidak terlepas dari berbagai inovasi yang telah dikembangkan PT Newmont Batu Hijau melalui program pengembangan masyarakat termasuk di bidang pertanian, salah satunya adalah peningkatan produksi padi melalui pola SRI.
     Kini semuanya telah berubah. Kehadiran PT Newmont Batu Hijau  telah mengubah segalanya. Tak hanya bentang alam yang berubah, kehidupan dan gaya hidup sebagian masyarakat juga telah jauh berubah dan kehidupan pun menjadi lebih baik.    
     Direktur Lembaga Pengembangan Pertanian dan Pesisir Sumbawa Barat (P3SB) Lalu Tuhir mengatakan lahan seluas 1,7 ha di kompleks Comdev Center yang berjarak sekitar dua kilometer dari permukiman penduduk itu juga dimanfaatkan sebagai tempat pembibitan berbagai jenis kayu dan bibit buah-buahan yang hasilnya dibagikan kepada masyarakat secara cuma-cuma.
     Tak jauh dari lokasi itu terbentang lahan percontohan budi daya dengan System of Rice Intensification (SRI) yang pertama kali ditemukan secara tidak sengaja FR Henry de Laulani, seorang biarawan Yesuit asal Perancis di Madagaskar tahun 1984 dan mulai dikembangkan di Benete, Kabupaten Sumbawa Barat pada 2001 silam.


                                    Produktivitas tertinggi
     Program budi daya padi dengan SRI ini membuahkan hasil yang cukup membanggakan. Sistem ini berhasil meningkakan produktivitas petani dari rata-rata 3,5 ton per ha menjadi 5,88 ton per ha.
     Bahkan salah seorang petani di Kabupaten Sumbawa Barat  berhasil membukukan produktivitas tertinggi mencapai 11,8 ton per ha 
    "Produktivitas padi  dengan SRI itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pola konvensional. Bahkan ada petani di  Sekongkang Bawah pernah mencetak hasil tertinggi yang mencapai 11,20 ton per ha," kata Tuhir.
   Atas keberhasilan tersebut, PT Newmont Batu Hijau meraih penghargaan "Padma" dari Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral tahun 1999.
  "Penerapan  SRI di Kabupaten Sumbawa Barat atas inisasi PT Newmont Batu Hijau,  memberikan banyak keuntungan bagi petani, antara lain hemat air dan hemat benih, karena yang ditanam hanya satu anakan serta hemat waktu," kata  "guru" petani yang memiliki segudang inovasi.
     Selain itu, penerapan SRI juga ramah lingkungan karena menggunakan pupuk organik dan pestsidida secara bijaksana. Hasilnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional, bahkan produktivitasnya meningkat dua hingga tiga kali lipat.
     Hingga kini budi daya tanaman padi dengan SRI telah dikemangkan di tujuh desa, yakni di Desa Goa dan Belo  di Kecamatan Jereweh serta Sekongkang Atas, Sekongkang Bawah, Tongo, Aik Kangkung dan Tara di Kecamatan Sekongkang pada lahan seluas 6.193 ha dengan melibatkan 147 orang petani.
     Inovasi yang ditebar PT Newmont Batu Hijau telah memberikan kemakmuran bagi sebagian besar masyarakat di "Bumi Undru" (nama lain Kabupaten Sumbawa Barat). Kendati tidak terserap langsung sebagai karyawan masyarakat khususnya yang bekerja sebagai petani bisa hidup secara layak.
     Karena itu perusahaan multinasional ini secara perlahan namun asti  telah mampu mengurangi kesenjangn sosial antara masyakat yang bekerja sebagai karyawan pada PT Newmont Batu Hijau dan subkontraktor dan masyarakat yang menjadi pengusaha lokal dan petani.
     Ini menjadi "lisensi sosial" bagi PT Newmont Nusa Tenggara dalam menjalankan usaha penambangan di kabupaten yang bermoto "Pariri Lema
Bariri".
     Program pemberdayaan masyarakat itu sejalan dengan komitmen PT Newmont Batu Hijau untuk menjadi perusahaan yang terdepan di bidang lingkungan  dan tanggung jawab sosial dalam upaya mendukung program pemerintah dalam bidang pengembangan pertanian.
     Tidak hanya masyarakat yang menjadi karyawan atau pengusaha lokal yang menuai berkah dari kehadiran Newmont Batu Hijau. Petani kecil pun ikut menikmati berkah dari perusahaan tambang itu.       
     "Kami mengakui bahwa kehadiran Newmont Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa Barat telah mengubah ekonomi masyarakat menjadi lebih baik." kata Kepala Desa Benete Sirojudin dihadapan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scot Marciel belum lama ini.
     Karena itu PT Newmont Batu Hijau akan memegang komitmenya untuk terus beriktiar meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan inovasi untuk menemukan cara tapat dalam menjalankan program pengembangan masyarakat agar hasilnya lebih maksimal.
     Senior Specialist Capacity Building pada program Comdev PT Newmont Batu Hijau Abdul Wahid mengatakan hingga kini sebanyak  15 desa yang tersebar di Kecamatan Maluk, Jereweh, dan Sekongkang yang menjadi sasaran pembinaan, dari  setiap desa diwakili  20 orang anggota kelompok tani.
     "Kini sudah mulai terlihat hasilnya. Masyarakat juga sudah bisa mandiri dalam mengelola usaha terutama di sektor pertanian dan peternakan. Kami  hanya membantu meningkatkan kapasitas petani, termasuk pengelolaan keuangan usaha mereka,"  katanya.
     Untuk menunjang peningkatan produksi padi para petani , sejak 2002 PT Newmont Batu Hijau telah membangun tujuh infrastruktur irigasi,  yakni tiga embung di Desa Belo, Benete dan Desa Tongo serta empat bendung di Desa Tongo, Sekongkang Atas, Aik Kangkung dan Desa Tatar.
      "Untuk membiayai program Comdev, pada 2013 PT Newmont Batu Hijau mengalokasikan dana sebesar 6 juta dolar AS. Terbanyak tiga tahun sebelumnya yang dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur," kata Manajer Social Responsibility Plan and Development PT NNT Wagimin Sastra Hadi.     
      Fasilitas irigasi itu mampu  mengairi lahan seluas 1.200 ha, yang semula lahan tadah hujan, kini menjadi sawah beririgasi teknis dan setengah teknis dengan indeks pertanaman dari hanya satu kali padi dan dua kali palawija menjadi dua kali padi datu kali palawija per tahun.
      PT Newmont Batu Hijau berkomitmen untuk melanjutkan program pengembangan masyarakat  ke seluruh desa di tiga kecamatan yang masuk wilayah lingkat tambang agar mereka  bisa berkembang secara ekonomi dan mampu hidup mandiri baik sekarang maupun setelah berakhirnya kegiatan penambangan.
     Tak dapat dipungkiri PT Newmont Batu Hujau telah berhasil menebar inovasi  menuai kemakmuran di "Tana Samawa" melalui program pengembangan masyarakat  yang telah dilaksanakan selama ini. (*)