"Sejengkal" lahan pekarangan untuk ketahanan pangan NTB

id lahan

"Sejengkal" lahan pekarangan untuk ketahanan pangan NTB

Pemanfaatan lahan pekarangan (ist)

Ini merupakan bukti nyata, komitmen Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan dan pemanfatan pekarangan menuju ketahanan pangan"

Mataram, (Antara Mataram) - Karsidep (45), salah seorang warga Lingkungan Udayana, Kota Mataram mengatakan dari hasil pemanfaatan bantaran kali di depan rumahnya dirinya tidak pernah kesulitan mendapatkan cabai dan sayuran kendati harganya meningkat tajam di pasar.
"Bahkan saya bisa menjual bibit cabe," kata Karsidep. Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan rendah di salah satu instansi itu sebenarnya tidak memiliki lahan pekarangan. Namun ia tetap bisa memanfaatkan bantaran kali Jangkuk di depan rumahnya untuk menanam sayur-sayuran dan cabe menggunakan polibag.
Puluhan polibag berjejer rapi di depan rumahnya yang berisi berbagai jenis tanaman mulai dari terong, buah-buahan dan cabe. Ketika harga cabe melonjak ia tak pernah susah, karena bumbu dapur itu tinggal dipetik di depan rumahnya.
Ia mengaku merasa senang ketika melihat tanaman di dalam polibag tumbuh subur. Apalgi ketika tanaman cabe yang buahnya lebat. Pada saat harga sabe melonjak ia membantu tetangganya yang membutuhkan bumbu dapur tersebut.
Ini contoh kecil dari pemanfaatan lahan pekarangan kendati hanya sejengkal tanah harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menanam tanaman yang merupakan kebutuhan sehari-hari, minimal untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanam tanaman guna memenuhi kebutuhan sehari-hari itu nampaknya tak hanya dilakoni Karsidep, tetapai puluhan bahkan ratusan ibu rumah tangga mulai tertarik untuk memanfaatkan lahan pekarangan mereka.
Ini sebagai bentuk keberlanjutan dari program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010. Pada 2013 program itu antara lain diimplementasikan melalui kgeiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalaui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Di Provinsi NTB, program KRPL itu tak nampaknya tidak hanya dilaksanakan oleh masyarakat terutama pada ibu rumah tangga, tetapi
Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi juga memanfaatkan lahan pekarangan di pendopo untuk budidaya berbagai jenis sayuran dan tanaman obat sebagai salah satu bentuk partisipasinya mewujudkan ketahanan pangan.
"Ini merupakan bukti nyata, komitmen Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan dan pemanfatan pekarangan menuju ketahanan pangan," katanya.
Upaya memanfaatkan lahan pekarangan yang terbatas di wilayah perkotaan untuk kegiatan budidaya sayur-sayuran penting dilakukan karena akan berdampak terhadap efisiensi pengeluaran masyarakat, terutama ketika harga kebutuhan melambung tinggi
Pemanfaatan lahan pekarangan di wilayah perkotaan yang luasnya relatif terbatas bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi sederhana seperti "hidroponik", yaikni salah suatu metode bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah.
"Hasilnya bisa untuk untuk konsumsi sendiri, bahkan jika lebih besar bisa menjadi salah satu sumber penambahan ekonomi keluarga. Yang paling penting adalah tanaman hijau sangat bermanfaat bagi anak-anak," kata Zainul.
Sementara itu Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) NTB Hj Rabiatul Adawiyah mengatakan, untuk mendukung penganekaragaman pangan serta pemanfatan areal pekarangan, pihaknya sudah bersurat dan menyosialisasikan ke seluruh anggota penggerak PKK di tingkat kabupaten/kota se-NTB, yang selanjutnya diteruskan ke PKK di tingkat kecamatan dan desa.
Menurut dia, pemanfatan pekarangan untuk menanam berbagai jenis sayur-mayur dan tanaman obat tidak terlalu sulit, asal ada kemauan dari masyarakat itu sendiri.
"Tim Penggerak PKK NTB ikut mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan. Salah satunya dengan mendorong anggota untuk memanfaatkan lahan pekarangan di rumah meskipun relatif terbatas untuk lahan sayur-sayuran," katanya.
Kepala BKP NTB, Husnanidiaty Nurdin, menambahkan, dalam rangka mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan menuju pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, telah terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.
"Sasaran terbitnya Perpres itu adalah untuk mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dengan lebih cepat dan terukur," katanya.
Menurut dia, salah satu indikator pencapaian peningkatan kualitas konsumsi pangan ini diindikasikan oleh tercapainya skor pola pangan harapan (PPH).
Skor PPH di NTB pada 2008 sebesar 73,4 persen atau lebih rendah dari target yang diharapkan yakni sebesar 74,2 persen.
Untuk itu, pihaknya terus menggalakkan upaya sosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat tentang pentingnya penganekaragaman konsumsi pangan.
"Dalam upaya sosialisasi kami tidak bergerak sendiri-sendiri. Berbagai komponen termasuk dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pondok pesantren hingga mahasiswa, kita libatkan," katanya.
282 kelompok
Menurut Husnanidiaty, sejak dilaksanakan program KRPL di NTB pada 2010 hingga 2013 telah terbentuk 282 wanita yang mengelola lahan pekarangan. Program ini menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan.
"Program KRPL ini dilaksanakan mulai 2010 sebanyak 50 kelompok, 100 kelompok pada 2011, 50 kelompok pada 2012 dan pada 2013 sebanyak 82 kelompok," katanya didampingi Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan, BKP NTB Titi Rosiaty.
Untuk menyukseskan program tersebut Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2013 membantu dana sebesar Rp3,93 miliar yang digunakan untuk membantu 82 kelompok KRPL yang tersebar di 10 kabupaten/kota se-NTB masing-masing Rp42 juta per kelompok beranggotakan 30 kepala keluarga.
"Selain dana yang bersumber dari APBN kita juga mengalokasikan dana APBD sebesar Rp205 juta. Masing-masing kelompok KRPL diberikan Rp2,5 juta. Dana tersebut dimanfaatkan untuk pengadaan bibit tanaman pekarangan rumah, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan," ujarnya.
Melalui program KRPL Husnanidiaty mengharapkan kebutuhan pangan keluarga khususnya sayur-sayuran termasuk cabe bisa dipenuhi sendiri dan kalau ada kelebihan bisa untuk menambah penghasilan rumah tangga.
"Dengan pemanfaatan lahan pekarangan, kalau kebetulan harga kebutuhan, seperti cabai melonjak tidak perlu resah, karena bisa dipenuhi dari hasil tanaman cabe di pekarangan rumah. Bahkan bisa dijual dengan harga tinggi kalau hasil tanaman pekarangan itu banyak," katanya.
Menurut dia, hingga kini sebagian besar kelompok KRPL tersebut cukup berhasil. Sejumlah kelompok sudah memiliki kebun bibit sendiri. anggota kelompok yang memiliki lahan pekarangan cukup luas dimanfaatkan untuk kebun bibit.
Dalam upaya meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan lahan pekarangan, kata Husnanidiaty, pihaknya menggelar lomba pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanam tanaman produktif, seperti sayur-sayuran termasuk cabai setiap tahun.
"Dari hasil evaluasi jumlah peserta lomba setiap tahun terus meningkat. Sebagian kelompok tidak hanya berhasil memenuhi kebutuhan sendiri dari hasil tanaman pekarangan rumah, tetapi juga ada diantaranya yang menjual hasilnya untuk menambah penghasilan rumah tangga," ujarnya.
Karena itu BKP NTB akan terus berupaya memperbanyak kelompok KRPL yang pada akhirnya tidak ada lagi lahan pekarangan yang kosong atau hanya ditanami bunga yang hanya untuk memperindah pekarangan rumah, tetapi tidak mendatangkan hasil.
Salah satu indikator keberhasilan program KRPL di NTB adalah kelompok Wanita Mentari di Desa Rempek, Kabupaten Lombok Utara kini mereka telah menjual sayur-sayuran termasuk cabai ke pasar dan sejumlah hotel dari hasil pemanfaatan lahan pekarangan.
Beberapa tahun lalu, katanya, sebelum ada pemanfaatan lahan pekarangan para ibu rumah tangga di desa itu setiap hari menunggu penjual sayur dan cabai datang.
"Namun saat ini kondisinya berbeda, justru penjual sayur yang datang membeli sayur ke Desa Rempek, Kecamatan Gangga, untuk membeli sayur-sayuran termasuk cabai. Ini berkat keberhasilan pemanfaatan lahan pekarangan sejak digulirkan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)," kata Husnanidiat.
Kelompok Wanita Mentari Desa Rempek, Kabupaten Lombok Utara, itu berhasil menyabet juara I lomba KRPL tingkat provinsi dan mewakili NTB untuk mengikuti lomba serupa tingkat nasional. Bahkan kelompok wanita itu masuk nominasi lomba tingkat nasional.
Kelompok Wanita Mentari berhasil mengelola lahan pekarangan, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga bisa menambah penghasilan rumah tangga dari hasil lahan pekarangan.
"Para ibu rumah tangga di desa itu tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan sayur-sayuran termasuk bumbu dapur, seperti cabe dari hasil pemanfaatan lahan pekarangan, tetapi juga pendapatan rumah tangga juga meningkat," katanya.
Dia mengharapkan keberhasilan kelompok wanita itu akan memacu para ibu rumah tangga lainnya untuk memanfaatkan lahan pekarangan secara dengan baik, minimal bisa memenuhi kebutuhan sendiri, bahkan jika memungkinkan bisa dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga.
Kalau saja semua masyarakat terutama para ibu rumah tangga memanfaatkan lahan pekarangan mereka untuk menanam tanaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak akan menjerit ketika harga cabe, bawang putih dan bawang merah membumbung tinggi.
Karena itu kendati hanya "sejengkal" lahan pekarangan kalau dimanfaatkan secara maksimal, maka para ibu rumah tangga tidak akan menanggung beban berat ketika harga sayur-sayuran dan bumbu dapur, seperti cabe, bawang merah dan bawang putuh melonjak naik.(*)