Mataram (ANTARA) - Jaksa Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Mataram mendalami adanya temuan dugaan perbuatan korupsi dari penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram Ida Bagus Putu Widnyana di Mataram, Kamis, mengatakan temuan tersebut merupakan hasil penyelidikan dari tim jaksa intelijen.
"Jadi, pada tahap penyelidikan yang sekarang ada di pidsus (pidana khusus) ini akan didalami indikasi perbuatan melawan hukumnya," katanya.
Apabila jaksa pidsus menemukan alat bukti yang menguatkan adanya indikasi perbuatan melawan hukum dari dugaan tersebut, kasus itu akan dinaikkan ke tahap penyidikan.
"Kalau ada ditemukan bukti (perbuatan melawan hukum), pastinya akan ditingkatkan ke tahap penyidikan," ujarnya.
Sebelum kasus ini masuk ke meja pidsus, tim intelijen telah mengumpulkan data dan bahan keterangan. Salah satunya didapatkan dari hasil klarifikasi anggota DPRD Lombok Utara.
"Ketika masih di intelijen, kurang lebih 28 orang yang dimintai klarifikasi. Banyak juga disita dokumen," ucapnya.
Dalam kasus ini tercatat ada 30 orang anggota DPRD dan tujuh pegawai sekretaris DPRD Lombok Utara yang namanya diduga tercantum sebagai penerima SPPD. Persoalan korupsi yang mengarah pada dugaan SPPD fiktif itu terbit pada periode tahun 2021.
Jumlah anggaran yang keluar dari adanya dugaan penerbitan SPPD fiktif itu terbilang cukup beragam, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta per orang.
Persoalan ini terungkap dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Uang tersebut tercatat tidak digunakan sesuai laporan untuk biaya penginapan sehingga dalam temuan tercantum kerugian negara Rp186,57 juta.