Mataram (Antara Mataram) - Sekretaris Daerah (Sekda) Nusa Tenggara Barat (NTB) H Muhammad Nur memanggil Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) H Ali Syahdan terkait mangraknya sejumlah kapal nelayan bantuan pusat.
"Saya panggil untuk datang besok, untuk ditanyai mengapa terjadi kasus itu. Apa penyebabnya, dan bagaimana solusi yang memungkinkan," kata Nur di Mataram, Senin.
Proyek pengadaan kapal penangkap ikan "purse seine" itu bernilai Rp5,63 miliar lebih yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun anggaran 2011.
Kapal bantuan itu sebanyak empat unit berkapasitas 30 GT yang sudah diberikan pada empat kelompok nelayan. Dua dari empat kapal ditempatkan di Teluk Awang.
Namun, sampai saat ini kapal-kapal tersebut tak dapat digunakan oleh para nelayan, karena kelompok nelayan tidak mampu membiayai operasional kapal yang cukup tinggi, yaitu sekitar Rp20 juta sekali melaut.
Selain itu, untuk operasionalisasi kapal yang tergolong canggih itu para nelayan harus dibekali pengetahuan dan kecakapan khusus.
Kasus mangkraknya kapal-kapal bantuan pusat itu pun telah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Juga ditemukan mangkrak kapal berkapasitas 34 GT senilai Rp1,8 miliar, di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak Lombok Timur.
Kapal berbahan dasar fiber glass itu, kini hanya terparkir di muara sungai Dusun Toroh Tengah, Desa Tanjung Luar. Dusun itu terletak sekitar 20 Km ke arah Selatan Kecamatan Labuhan Haji.
Jika tidak segera dioperasionalkan, kondisinya akan semakin rusak, seperti kapal dengan kapasitas sama di Labuhan Lombok.
Bantuan kapal itu sebelumnya diterima Lukman, Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Samudra Sukses, awal 2012. Diketahui bantuan itu berasal dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), diserahkan langsung oleh rekanan asal Surabaya, kemudian operasionalnya diserahkan tanggung jawabnya kepada Dinas DKP NTB dan Dinas Kelautan Kabupaten Lombok Timur.
Namun, ketiadaan dana operasional mengakibatkan kapal tersebut tidak dipergunakan. Apalagi kapal itu tanpa perlengkapan seperti pancing, jaring, alat penerangan, perahu mini bermesin tempel.
Lukman mengaku sempat memaksa mengoperasikan kapal tersebut. Karena kapasitasnya besar, yakni diatas 50 ton, sehingga jarak tempuh hingga ke Samudera Hindia dengan lima orang crew relatif cepat.
Kendati demikian, hasil tangkapan ternyata minim karena peralatan tangkap seperti jaring dan pancing sesuai standar tidak mampu dibeli. Biaya operasional pun tinggi dapat Rp17,5 juta sekali beroperasi. (*)