Terpaan kerasnya kehidupan menjadi pedagang acung (pedagang asongan) meneguhkan tekad I Ketut Sumbawa mendirikan koperasi yang sengaja didedikasikan untuk mengangkat derajat kaum minoritas penjaja barang sovenir, yang keberadaannya merupakan `side story` dari biduk pariwisata Pulau Bali.
I Ketut Sumbawa menyatakan, bertahun-tahun silam, dirinya memang menggantungkan kehidupan sebagai pedagang acung, yang siang malam di tengah hari terik hingga petang menjelang, tiada henti mengejar-ngejar wisatawan agar membeli satu dua barang yang dibawanya sebagai penyambung nafas kehidupan.
"Saya menjalani profesi sebagai pedagang acung, karena tidak ada pekerjaan lain yang dapat saya lakukan setelah merantau ke Badung," kata lelaki lulusan sekolah dasar ini.
Pekerjaan menjadi pedagang acung kian dilakoni secara sungguh-sungguh, setelah I Ketut Sumbawa menjalani kehidupan rumah tangga. Tanpa kenal lelah, lelaki ini berjualan dari hotel ke hotel lain di wilayah Kota Denpasar.
Namun, kehidupan tak menyenangkan kemudian menerpanya. Ketika istrinya tengah mengandung delapan bulan, Sumbawa mengalami kejadian buruk. Ia ditangkap petugas Tramtib karena dianggap melanggar Perda sehubungan berjualan tanpa izin resmi.
Kejadian itu membuat Sumbawa mengalami rasa traumatis yang mendalam. Setelah kasus penangkapan itu dapat diselesaikan dengan baik-baik, Sumbawa lantas terpikir bagaimana caranya agar pedagang tidak terus-menerus dihantui ketakutan dan mengalami nasib gamang atas hari depan.
Marga Ayu Pengalu
Kegelisahan melihat terombang-ambingnya nasib pedagang acung, membuat I Ketut Sumbawa dan sejumlah temannya tergerak mendirikan mendirikan Persatuan Pedagang Sovenir Kota Denpasar, dengan agenda utama mendirikan pra-koperasi pada tahun 1996.
Sayangnya, persatuan itu hanya bertahan selama dua tahun. Terbentur modal yang minim, satu persatu anggota mengundurkan diri hingga kemudian bubar dengan sendirinya.
Meski kegiatan pra-koperasi bubar, Sumbawa tak kehilangan semangat. Dengan keyakinan kuat, ia kembali menghimpun teman-temannya, sehingga pada tahun 2006, Koperasi Marga Ayu Pengalu (MAP) pun resmi didirikan.
MAP didirikan dengan modal awal Rp11.830.000 dana simpanan pokok dan Rp2.837.500 dana simpanan wajib, yang dihimpun dari 26 anggota sebagai pendiri awal. Didukung kinerja maksimal para pengurus, koperasi ini pun menuai hasil menggembirakan. Baru beberapa tahun berdiri, MAP menerima penghargaan sebagai koperasi yang berkualitas di tingkat nasional.
"Saya bersyukur dengan semua pencapaian ini. Ketika baru berdiri, unit yang ada baru simpan pinjam. Setelah saya mengetuai koperasi sejak tahun 2011, saya mencoba mengembangkan unit dengan membuka program bayar rekening listrik, mengurus Samsat dan melayani kredit motor berbunga 1 persen yang bekerja sama dengan Astra," ujar ayah empat anak ini.
Sementara itu, kalau ada anggota yang membutuhkan modal, maka bisa mendapatkan pinjaman menggunakan agunan kartu anggota dan memperoleh dana Rp2,5 juta dengan bunga 2 persen. Nasabah juga bisa mendapatkan pinjaman dengan agunan BPKB atau sertifikat tanah, maka akan mendapatkan pinjaman sebesar 50 persen dari nilai barang yang diagunkan. Bunga yang ditetapkan untuk nasabah ialah 2,5 persen.
60 Persen Pedagang Acung
Anggota Koperasi Marga Ayu Pengalu (MAP) hingga kini berjumlah 329 orang yang berdomisili di Kota Denpasar. 60 persen dari anggota adalah warga yang berprofesi sebagai pedagang acung. 40 persen lainnya merupakan masyarakat umum dengan berbagai latar belakang profesi.
"Kalau pada awal dibuka, lebih dari 90 persen anggota kami adalah pedagang acung. Sekarang persentasenya hampir berimbang. Banyak masyarakat tertarik menjadi anggota kami, karena kinerja kami semakin baik dari hari ke hari," katanya.
Pembuktian terhadap membaiknya kinerja adalah penghargaan yang diterima Koperasi Marga Ayu Pengalu (MAP) dari Gubernur Bali selama dua tahun berturut-turut pada 2012 dan 2013 sebagai koperasi dengan kategori sangat sehat.
I Ketut Sumbawa menyatakan, penghargaan ini amat besar artinya bagi MAP mengingat kinerja koperasi diaudit tim independen yang berasal dari luar daerah. Penghargaan ini menorehkan kesan tersendiri bahwa berkat kerja keras dan keseriusan pengurus serta loyalitas anggota, sehingga MAP mampu mengukir prestasi dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sejak tahun lalu MAP membuka program dana iuran simpanan kesehatan (DISK). Bagi warga yang berminat mengikuti program, maka harus memenuhi persyaratan tertentu.
Persyarakatan itu mencakup warga wajib menyimpan uang senilai Rp50 ribu/bulan dan berlangsung selama lima tahun. Setelah enam bulan mengikuti progran DISK dan anggota bersangkutan menderita sakit hingga harus diopname, maka setiap hari akan mendapatkan tunjangan sebesar Rp750 ribu/malam. Bagi anggota, tunjangan ini berlangsung seumur hidup. Akan tetapi, setiap tahun anggota maksimal akan mendapatkan 10 kali tunjangan kesehatan.
Terkendala Modal
Selain tunjangan kesehatan, sejak tahun 2006 Koperasi Marga Ayu Pengalu (MAP) selalu memberikan bantuan kemanusiaan kepada anggota koperasi. Bagi anggota yang menderita sakit dan harus menjalani rawat inap, akan diberikan bantuan Rp500 ribu, perempuan yang melahirkan mendapatkan Rp100 ribu dan anggota meninggal dunia mendapat santunan Rp500 ribu.
"Bantuan ini sebagai langkah kemanusiaan, karena selama ini pendekatan MAP selalu atas dasar kekeluargaan," ujar lelaki kelahiran tahun 1963.
Sikap kekeluargaan lainnya, lanjut dia, diwujudkan jika ada anggota yang menunggak pembayaran pinjaman. Menghadapi hal ini, maka pengurus akan mendatangi agar mengetahui permasalahan yang dihadapi. Jika perlu tambahan modal, maka anggota yang menunggak itu diberikan bantuan keuangan kembali sembari di-support agar permasalahannya tidak berlarut-larut. Berkat pendekatan kekeluargaan, selama ini masalah pembayaran menunggak selalu dapat terselesaikan dengan baik.
Demi memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat, Sumbawa berharap ke depannya bisa membuka cabang MAP baru, sehingga bisa mengentaskan dan mengangkat derajat lebih banyak lagi pedagang acung di luar Kota Denpasar.
"Sayangnya, harapan saya ini masih terkendala modal. Saya sudah mengajukan proposal peminjaman ke BPD dan bank, namun tidak kunjung ada pencairan dana padahal persyaratan sudah lengkap," kata Sumbawa, dengan nada mengeluh.
Dikatakannya, jika ada permodalan yang cukup, Sumbawa juga menginginkan MAP membuka toko yang menjual sembako. Keinginan ini didasari karena anggota MAP sudah bertambah banyak. Kalau mempunyai toko sendiri, tentu anggota bisa dilayani membeli kebutuhan sehari-hari dengan harga murah.
"Gagasan lain, saya ingin mendirikan unit sovenir, sehingga pedagang acung dapat mengambil barang dagangan di koperasi, bukan di pasar. Cuma sayangnya ini masih berupa rencana, masih terkendala modal," ucapnya.
*) Penulis buku dan artikel
Sumbawa dan Perjuangan Mengangkat Derajat "Pedagang Acung"
Sumbawa lantas terpikir bagaimana caranya agar pedagang acung tidak terus-menerus dihantui ketakutan dan mengalami nasib gamang atas hari depan