Selain itu, Saprudin memerintahkan saksi Mastur yang menjabat sebagai Kasi Alsintan pada Dinas Pertanian Lombok Timur untuk membuat Surat Keputusan (SK) calon penerima bantuan alsintan.
"Pembuatan daftar penerima alsintan juga tidak dilakukan verifikasi terlebih dahulu," ujarnya.
Nama penerima bantuan alsintan pun dikatakan tidak sesuai dengan pedoman dan ketentuan program.
"Karena tidak sesuai dengan ketentuan, seharusnya, UPJA yang diajukan Saprudin tidak diterima. Namun, Zaeni tetap mengesahkan nama penerima bantuan tersebut," kata Yuli.
Dengan adanya penerbitan SK tersebut, Alsintan pun disalurkan Kementerian Pertanian ke Dinas Pertanian Lombok Timur. Usai penerimaan, Asri bersama Saprudin menyimpan seluruh alsintan.
"Dalam hal ini, Asri dan Saprudin telah mengambil, menyimpan, dan mengelola secara pribadi seluruh alsintan," ucapnya.
Sesuai perincian data, ada 14 unit traktor roda dua dan satu unit traktor roda empat yang dikelola Asri Mardianto. Sedangkan yang dikelola Saprudin sebanyak 16 unit traktor roda dua.
"Untuk 65 unit pompa air dan 117 handsprayer dikelola bersama oleh Saprudin dan Asri," ujar dia.
Dengan uraian dakwaan demikian, penuntut umum menyampaikan bahwa kerugian negara yang muncul dalam perkara ini sebesar Rp3,81 miliar.
Sesuai dengan hasil audit ahli dari BPKP NTB, angka tersebut muncul dari penyaluran alsintan yang tidak sesuai dengan prosedur dan adanya unsur pemanfaatan untuk kepentingan pribadi terdakwa.