Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat mengajak pelaku UMKM untuk terus meningkatkan mutu dan menerapkan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan jumlah pekerja di sektor formal di perusahaan menengah dan besar di NTB hanya 600 ribu. Sementara di sektor UMKM mencapai lebih dari 1,1 juta orang.
"Artinya, pekerja di NTB lebih banyak yang bekerja di sektor informal atau UMKM, dan mereka inilah yang berkontribusi besar dalam pembangunan ekonomi NTB," ujarnya pada Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Strategi Penerapan Norma K3 pada Usaha Kecil Menengah (UKM) di Mataram, Rabu.
Ia menegaskan pemerintah hadir memberi perhatian dan keberpihakan pada sektor UKM ini agar terus berkembang dan tumbuh menjadi usaha besar yang bisa membuka kesempatan kerja lebih banyak.
Karena itu, ia mengajak para pelaku UMKM terus berbenah, meningkatkan mutu dan memperluas jaringan kerja, termasuk memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja.
"Dengan peraturan yang baik akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa aman dan nyaman pekerja sehingga dapat meningkatkan kualitas produksi dan produktivitas kerja," ujarnya.
Aryadi mengingatkan kepada pelaku usaha bahwa sebelum memulai usaha harus memastikan apakah proses produksi tidak menimbulkan masalah kesehatan, baik bagi pekerja, masyarakat bahkan lingkungan.
"Perusahaan perlu memperhatikan peralatan yang digunakan apakah sudah sesuai dengan standar K3," ujarnya.
Untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja, menurut mantan Irbansus pada Inspektorat NTB ini, setiap perusahaan atau badan usaha harus memastikan dari aspek kelayakan peralatan dan kesehatan lingkungan kerja. Pihaknya setiap tahun melakukan pengujian dan pemeriksaan peralatan serta pemeriksaan kesehatan para pekerja dan lingkungan kerjanya.
"Peralatan yang digunakan perusahaan harus memiliki Sertifikasi Peralatan K3, baik melalui pemeriksaan yang dilakukan tenaga pengawas dari Disnakertrans maupun pengujian yang dilakukan oleh ahli dari PJK3 yang mendapatkan evaluasi dan sertifikat K3 dari Disnakertrans," katanya.
Karena prinsipnya semua usaha dan yang dilakukan ini sebenarnya ada risikonya. Karena itu, perlu diidentifikasi baik dari bahan material produksi, alat produksi, proses produksi, dan tempat usahanya apakah sudah menjamin keselamatan dan kesehatan atau tidak.
Pria yang akrab disapa Gede itu menjelaskan bahwa dalam UU Nomor 1 tahun 1970 selain syarat-syarat keselamatan kerja atau norma K3 harus terpenuhi, pemilik/pemimpin usaha juga harus memenuhi norma kerja dalam hal ini pembinaan, yaitu bagaimana memberdayakan pekerja.
Apakah pekerja sudah diberikan pengetahuan keterampilan tentang alat. Bagaimana hubungan kerja. Bagaimana aturan perusahaannya.
"Masing-masing usaha punya SOP yang berbeda-beda, dan itu harus didiskusikan dengan baik juga perlu diawasi realisasinya. Jangan sampai aturannya dibuat hanya sekedar pelengkap saja. Harus dipatuhi baik oleh pekerja dari bagian paling bawah hingga atasannya juga harus mematuhi," kata Gede.
Untuk itu Gede mengingatkan kepada para pengusaha UMKM untuk terus meningkatkan kualitas produknya mengingat saat ini Lombok telah menjadi salah satu destinasi pariwisata yang telah diperhitungkan di kancah internasional sehingga banyak ajang internasional yang diadakan di Lombok.
"Bulan November nanti ada pertemuan se-ASEAN. Saya harap kegiatan besar yang ada di Lombok ini bisa menjadi momen yang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pengusaha kecil dan menengah," katanya.*