Kajati NTB: penanganan perkara korupsi berdasarkan laporan yuridis

id kajati ntb,penanganan kasus korupsi,independensi kejaksaan tahun politik,pemeriksaan kepala daerah,Kejati NTB

Kajati NTB: penanganan perkara korupsi berdasarkan laporan yuridis

Kepala Kejati NTB Nanang Ibrahim Soleh. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Saya bukan politikus, jadi siapa pun itu, kalau ada terlibat, kami kembangkan
Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Nanang Ibrahim Soleh menegaskan bahwa institusinya menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan adanya laporan yuridis.

"Jadi, saya menangani perkara korupsi ini berdasarkan laporan yuridis," kata Nanang di Mataram, Senin.

Dia menyampaikan hal tersebut untuk menegaskan bahwa adanya agenda pemeriksaan sejumlah kepala daerah pada beberapa penanganan perkara dugaan korupsi di Kejati NTB, tidak ada kaitan dengan perhelatan politik yang akan berlangsung pada tahun 2024.

"Saya bukan politikus, jadi siapa pun itu, kalau ada terlibat, kami kembangkan," ujarnya.

Dia mengatakan bahwa kejaksaan tidak asal sembarangan menindaklanjuti laporan dugaan tindak pidana korupsi yang datang dari masyarakat.

"Kalau hanya sebatas laporan di atas kertas, tanpa ada bukti pendukung, saya abaikan. Jadi, laporan itu harus jelas," ucap dia.

Demikian juga dalam menindaklanjuti laporan, pihaknya terlebih dahulu harus menemukan unsur perbuatan melawan hukum.

"Kalau memang tidak terbukti, 'monggo', kalau terbukti, 'sekolah', berpikir mudah saja," katanya.

Kejati NTB pada Senin (19/6), memanggil dua kepala daerah, yakni wali kota Mataram dan bupati Bima. Keduanya dipanggil dalam perkara berbeda.

Untuk pemanggilan wali kota Mataram berkaitan dengan laporan dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan proyek fisik dan penarikan retribusi pada PT Air Mineral Giri Menang (AMGM).

Sedangkan untuk Bupati Bima diperiksa terkait adanya laporan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyertaan modal pemerintah kepada sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD). Nilai penyertaan modal yang diduga bermasalah itu sebesar Rp21 miliar.