Mataram (Antara NTB) - Komisi V DPRD Nusa Tenggara Barat mendorong dibuatnya peraturan daerah tentang perlindungan dan bantuan hukum bagi anak dan perempuan menyusul meningkatnya angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di provinsi itu.
"Ini yang sedang kita coba dorong sebagai hak inisiatif DPRD agar diusulkan ke rancangan peraturan daerah (ranperda) menjadi sebuah perda," kata Ketua Komisi V DPRD NTB Hj Wartiah di Mataram, Kamis.
Dia menyebutkan, kasus kekerasan terhadap anak di provinsi itu cukup tinggi hingga mencapai 147 kejadian. Kasus tersebut merupakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
"Kita miris dengan apa yang terjadi, ternyata kasus kejahatan terhadap anak tinggi," ujarnya.
Menurut dia, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak di tahun 2014 sebanyak 147 dari 12 jenis kejadian yang menimpa anak-anak di bawah umur. Sedangkan pada 2015 mulai Januari sampai April sudah sebanyak 60 kasus.
"Bahkan, 42 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak khususnya perempuan," ujarnya.
Dikatakannya, masalah ini tidak terlepas dari banyaknya tempat kos yang kemungkinan dijadikan sebagai lokasi prostitusi terselubung. Hal tersebut disertai dengan banyak pemilik kos yang tidak memberikan perlindungan kepada penghuninya.
Selain praktik prostitusi menggunakan tempat kos, ujar Wartiah, munculnya kasus tersebut bisa juga disebabkan adanya praktik prostitusi melalui internet.
"Kejadian ini tidak perlu terjadi jika saja mampu dicegah, seperti pemilik melakukan pengawasan terhadap penghuninya, termasuk warnet yang tersebar di kabupaten/kota," katanya.
Peran orang tua juga dibutuhkan untuk melakukan pengawasan, pemerintah tidak akan bisa bergerak jika tidak ada bantuan orang tua yang ikut mengawasi.
Hal senada juga dikatakan Sekretaris Komisi V DPRD NTB H Fathul Bahri yang mendukung adanya perda tersebut, sehingga ada acuan pemerintah untuk menindaklanjuti pemberian perlindungan terhadap anak dan perempuan.
"Ini sangat penting untuk dijadikan perda yang mengikat bagi masyarakat NTB. Pemerintah memberikan batasan kepada masyarakat, lembaga sosial dan lainnya untuk mendapatkan bantuan hukum bagi anak dan perempuan," katanya.
Karena bagaimana pun, kata dia, perda tersebut dapat memberikan pedoman dan acuan terhadap perlindungan anak dan perempuan. (*)