Akademisi menyarankan harta karun Lombok disimpan di Museum Jakarta

id harta karun lombok,Pusaka Kerajaan Lombok,Museum Jakarta

Akademisi menyarankan harta karun Lombok disimpan di Museum Jakarta

Seorang wisatawan asal Eropa melintas di dekat benda bersejarah yang diletakkan di ruang pameran Museum Negeri NTB di Mataram. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Mataram (ANTARA) - Guru Besar Bidang Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Prof Jamaluddin menyarankan harta karun Lombok yang dulu dirampas Belanda dan kini dikembalikan ke Indonesia agar disimpan di Museum Jakarta.

"Mungkin kita bisa amankan barang tersebut, tetapi saya ragu generasi setelah kita bisa mengamankan barang itu, sehingga dari perspektif keamanan, jauh lebih aman disimpan di Museum Jakarta," ujarnya di Mataram, Selasa.

Baca juga: Ratusan pusaka Kerajaan Lombok diserahkan Belanda ke Indonesia

Hal itu disampaikan Prof Jamaluddin menanggapi adanya keinginan masyarakat NTB agar harta karun Lombok itu disimpan di daerah.

Ia mengaku bukan tidak ingin melihat harta karun Lombok itu di simpan di Museum NTB. Namun, menurut dia, jauh lebih aman jika barang-barang tersebut disimpan di Jakarta.

"Bukan karena tidak ingin barang itu ada di Lombok, tetapi saya hafal museum itu kayak apa. Naskah yang ada di sana (Museum NTB, red) banyak yang tidak terurus. Bahkan, ada yang tidak bisa kami temukan," ujarnya.

Disinggung terkait berapa nilai dari harta karun Lombok tersebut jika ditaksir dalam rupiah, Jamaluddin mengatakan sudah pasti nilainya fantastis.

"Kalau kaitannya dengan nilai, ini luar biasa. Jangankan ini emas, permata, kalau kita berbicara nilai uang, jadi keramik saja, di pasar gelap, keramik yang sudah umur di atas 100 tahun, itu ratusan juta harganya. Apalagi ini barang yang banyak terbuat dari emas dan perak. Itu bisa triliunan rupiah nilai barangnya," kata Jamaluddin.

"Kenapa bisa mahal, karena nilai kesejarahannya. Kalau sudah ratusan tahun, harganya bisa miliaran hingga triliunan rupiah. Contoh saja uang bolong, itu peninggalan abad 16, bisa laku ratusan juta," katanya.

Meskipun dari sisi harga pasti tinggi, menurut dia, jauh lebih penting dari barang-barang tersebut bisa dipakai sebagai objek penelitian.

"Jadi, sesungguhnya ini kan artefak, kalau dalam kajian arkeologi namanya artefak. Artefak ini bisa menjadi lahan kajian untuk menulis sejarah. Kita bisa merekonstruksi. Dari misalnya teknologi kerajinan. Jadi, kalau dulu di kalangan masyarakat Sasak itu ada kelompok pengrajin," katanya.