Mataram (ANTARA) - Berita bahwa sebanyak 472 benda budaya Indonesia di Museum Nasional Etnologi di Leiden, Belanda, akan dikembalikan oleh Pemerintah Belanda menjadi kabar baik, terutama untuk masyarakat Pulau Lombok.
Dari ratusan benda budaya tersebut, sebagian berasal dari Pulau Lombok yang diduga dirampas pada saat penguasa Kerajaan Karangasem Mataram, Anak Agung Gde Ngurah Karangasem diserang Belanda pada 1894.
Seperti biasanya, sebuah penaklukan suatu wilayah oleh Belanda, akan dilanjutkan dengan penyitaan "harta karun" oleh si pemenang perang.
Dr Alfons van der Kraan dalam bukunya "Lombok, Penaklukan, Penjajahan, dan Keterbelakangan 1870-1940" menyebutkan, "Tempat-tempat penyimpanan harta benda Raja berupa kamar berukuran kira-kira 3 x 5 meter, berisi rijksdaald-er perak setinggi 60 cm, dan sebuah kamar yang lebih kecil berisi logam emas, batu-batu murni, dan perhiasan yang berharga dengan cepat dikuras isinya".
Sebagian kekayaan raja itu diambil oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada 19 November, Belanda mengirimkan 230 kilogram emas dan 2.810 kilogram perak ke Batavia, sementara pada hari berikutnya pengiriman lainnya terdiri dari 3.389 kilogram perak dan tiga peti berisi batu-batu murni dan perhiasan-perhiasan.
Harta milik kerajaan itu diambil saat pasukan Belanda menyerbu Istana Cakranegara milik Anak Agung Gde Ngurah Karangasem.
Dalam buku itu juga disebutkan Istana Cakranegara, suatu kompleks kira-kira 500 x 250 meter luasnya dan terdiri dari 16 ruang terpisah besar. Masing-masing di kelilingi oleh tembok-tembok setinggi 4 meter adalah pusat kekuasaan Bali.
Bahkan Belanda juga tidak tanggung-tanggung mengambil Negarakertagama karya sastra Empu Prapanca semasa Kerajaan Majapahit.
Laman wikipedia juga menyebutkan harta kekayaan kerajaan Lombok disita oleh Belanda, di antaranya 230 kilogram emas, 7.000 kilogram perak, perhiasan, dan karya sastra (termasuk Negarakertagama).
Pada 8 November 1894, Belanda secara sistematis menembakkan meriam ke posisi pasukan Bali di Cakranegara, sehingga menghancurkan istana, menewaskan sekitar 2.000 orang Bali, sementara mereka sendiri kehilangan 166 orang. Pada akhir November 1894, Belanda berhasil mengalahkan semua perlawanan rakyat Bali, dengan ribuan orang Bali menjadi korban tewas, menyerah, atau melakukan ritual puputan.
Lombok dan Karangasem selanjutnya menjadi bagian dari Hindia Belanda, dan pemerintahan dijalankan dari Bali. Gusti Gede Jelantik diangkat sebagai regen Belanda pada 1894, dan ia memerintah hingga 1902.
Pemeliharaan Pusaka Lombok
Menelisik "harta karun Lombok" dari "Negeri Tulip"
Meskipun dari sisi harga pasti tinggi, jauh lebih penting jika barang-barang tersebut bisa dipakai sebagai objek penelitian