Semarang (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam mencegah kasus anak yang mengalami gangguan mental emosional yang belakangan ini marak. "Generasi muda perlu mendapatkan perhatian dalam keluarga," kata Kepala BKKBN Dr. dr. Hasto Wardoyo saat Perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas), di Semarang, Kamis (3/8) malam.
Diakuinya, anak-anak sekarang ini yang mengalami gangguan mental emosional jauh lebih banyak dibandingkan dulu sehingga peran keluarga menjadi sangat penting untuk mencegahnya. "Hati-hati, mental emosional disorder. Kami titip perhatian pada anak-anak. Mereka yang sulit diajak komunikasi itu gejala, mereka yang kemudian merasa hidup di alamnya sendiri juga gejala," katanya.
Gejala lainnya mengalami gangguan mental emosional, kata dia, anak-anak yang merasa hebat sendiri dan mereka yang depresiasi seksual, atau memiliki orientasi seksual yang aneh. "Anak muda mengatakan 'toxic people', orang yang betul-betul meracuni. Ketemu, jadi 'toxic fiendship', nikah jadi 'toxic relationship'. Akhirnya 'broken home'," kata mantan Bupati Kulon Progo itu.
Karena itu, Hasto meminta keluarga benar-benar menjalankan perannya dalam mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya, sebab mereka memang sedang membutuhkan perhatian yang besar. "Nasihat ulama, 'didiklah anak-cucumu sesuai dengan zamannya karena mereka tidak dilahirkan di zamanmu'. Ajak mereka berdiskusi. Orang tua tidak perlu merasa hebat," katanya.
Ia mengatakan bahwa membangun keluarga memang tidak mudah, tetapi benar-benar harus dilakukan karena keluarga merupakan pondasi bagi anak untuk menapakkan langkahnya ke depan. "Anak-anak betul-betul butuh perhatian. Sebagaimana pesan Pak Jokowi bahwa keluarga menjadi pondasi. Marilah kembali pada keluarga, menciptakan keluarga yang sebaik-baiknya," katanya.
Hasto juga menyoroti angka perceraian di Indonesia yang masih tinggi, seperti pada 2021 dengan jumlah perceraian 581 ribu kasus, sedangkan angka pernikahan di tahun yang sama adalah 1,9 juta. "Mayoritas, 75 persen alasannya karena konflik kecil-kecil berkepanjangan, boten purun ngalah (tidak ada yang mau mengalah). 70 persen lebih yang nyuwun (minta) cerai dari pihak istri," katanya.
Baca juga: Preventing stunted births is key to realizing healthy village
Baca juga: BKKBN Sulsel perkuat kolaborasi lintas sektor Program Bangga Kencana
Itulah sebabnya, Hasto mengingatkan bahwa pasangan yang ingin menikah harus mendapatkan bimbingan pernikahan yang baik, termasuk suami yang menjadi khalifah dalam rumah tangga. Pada kesempatan itu, BKKBN juga menyerahkan penghargaan Dharma Karya Kencana kepada Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu karena mampu menggerakkan program pembangunan bidang keluarga melalui organisasi kemasyarakatan.
Berita Terkait
Mengoptimalkan usia produktif kunci sambut bonus demografi
Rabu, 20 November 2024 4:49
Menteri Wihaji buat Gerakan Orang Tua Asuh
Selasa, 19 November 2024 16:11
Vasektomi beri segudang manfaat pada pria dan keluarga
Jumat, 15 November 2024 19:40
Pertimbangkan tanggung jawab sosial sebelum pilih "childfree"
Jumat, 15 November 2024 19:37
Perguruan tinggi tentukan keberlanjutan penurunan stunting
Rabu, 16 Oktober 2024 5:10
BKKBN, ministry collaborate to accelerate stunting reduction
Rabu, 16 Oktober 2024 4:51
BKKBN sebut bonus demografi ditentukan oleh lansia
Rabu, 9 Oktober 2024 18:11
Perlu kerja sama lintas sektor dalam tangani stunting
Selasa, 8 Oktober 2024 20:58