BWS NTB menormalisasi bendungan Batujai Praya

id Bendungan Batujai Praya ,BWS NTB

BWS NTB menormalisasi bendungan Batujai Praya

Acara audiensi Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dengan BWS dan kelompok masyarakat terkait pengelolaan kawasan Bendungan Batujai Praya di kantor bupati setempat, Kamis (21/9/2023). ANTARA/Akhyar Rosidi

Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menormalisasi kawasan Bendungan Batujai Praya, Kabupaten Lombok Tengah dengan melakukan pengerukan secara rutin.

"Pengerukan kawasan Bendungan Batujai terus dilakukan setiap tahunnya," kata Kepala UPT Pengelolaan Bendungan Batujai Praya, Ikhsan saat audiensi dengan kelompok masyarakat di kantor Bupati Kabupaten Lombok Tengah, Kamis.

Pengerukan sedimentasi yang dilakukan sejak dua tahun lalu tersebut bertujuan menambah daya tampung bendungan Batujai Praya. Selain itu, pada saat musim hujan, kampung di Kota Praya selalu diterjang banjir, sehingga dilakukan pengerukan baik di kawasan Kelurahan Semayan, Sasake, Panji Sari dan Kelurahan Prapen.

"Pengerukan ini terus dilakukan hingga di kawasan Bendungan Batujai di Desa Lajut," katanya.

Ia mengatakan, beberapa kali pihak BWS sudah melakukan pengerukan untuk melakukan normalisasi bendungan Batujai ini. Di satu sisi, pihaknya tidak menafikan bahwa saat ini ada beberapa warga yang memanfaatkan lahan BWS untuk berbagai kepentingan mulai dari lahan pertanian hingga pembuatan kandang.

"Bahkan ada yang mengajukan izin juga tapi tidak mendapat persetujuan, makanya aktivitas warga yang ada di bendungan Batujai ini harus dilakukan penertiban," katanya.

"Hanya saja penertiban harus kita lakukan pelan- pelan sembari memberikan edukasi kepada warga agar tidak terjadi permasalahan kedepannya,” katanya.

Sementara itu, Asisten II Setda Lombok Tengah H Lendek Jayadi mengatakan keberadaan TPS yang berada di bendungan Batujai harus segera direlokasi di lahan- lahan yang dimungkinkan untuk bisa melakukan pengelolaan sampah. Di satu sisi, pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berada di wilayah bendungan juga nantinya bisa dikelola oleh kelompok masyarakat (Pokmas).

"Ada delapan Pokmas yang sudah siap mengambil peran, sehingga pengelolaan bendungan ini bisa nantinya lebih baik dan bisa menjadi kawasan destinasi melalui desa wisata," katanya.

Semua stakeholder diharapkan mengambil peran di bendungan ini, kalau tidak maka nanti akan berbahaya. Apalagi daya tampung air semakin menipis karena diisi oleh sedimentasi dan sampah.

Saat ini juga adanya aktivitas warga yang menjadikan bendungan ini sebagai lahan pertanian, kandang hingga menjadi tempat tinggal. Maka semua itu nantinya harus dilakukan pembenahan agar tidak terjadi permasalahan ke depan.

“Kaitan dengan adanya rumah penduduk maka kita dorong agar warga kembali ke rumah masing-masing. Sesungguhnya masyarakat di bendungan ini punya rumah, tapi karena lahan dibiarkan maka mereka menjadi diam dan perlu dilakukan penertiban,” katanya.