Jakarta (ANTARA) - Konsultan Ahli Alergi Imunologi Anak Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dokter Dina Mukhtiarti mengatakan 90 persen transmisi infeksi penyakit HIV dari ibu ke bayi.
"Untuk penularan pada anak kita tahu ada dua jalur ya. Tetapi yang paling banyak atau lebih dari 90 persen transmisi atau penularan infeksi HIV itu berasal dari ibu ke bayinya," kata Dina pada webinar yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Dia menyampaikan bahwa penularan HIV juga dapat terjadi dari perilaku berisiko seperti hubungan seksual tidak aman, penggunaan jarum yang terkontaminasi atau karena transfusi darah.
Meski begitu, dia menyebut bahwa potensi penularan HIV melalui transfusi darah saat ini dapat diminimalisasi karena adanya pemeriksaan-pemeriksaan di laboratorium yang sudah canggih dibandingkan dahulu.
Dina menjelaskan penularan HIV dari ibu ke anak bisa terjadi di beberapa fase, yang pertama adalah di fase saat kehamilan. Kedua saat proses kelahiran dan ketiga setelah kelahiran, terutama pemberian ASI dari ibu ke bayinya.
"Gejalanya kalau anak terinfeksi HIV tergantung dia sedang di fase mana. Pada saat awal bisa terlihat seperti bayi sehat atau anak sehat, tidak ada masalah, tetapi kalau tidak diobati, timbul gejala-gejala yang kita sebut sebagai infeksi oportunistik," katanya.
Dina mengatakan anak-anak yang terinfeksi HIV seringkali menghadapi tantangan serius terkait kekebalan tubuh mereka. Infeksi yang umum muncul pada anak-anak dengan sistem kekebalan yang lemah adalah infeksi jamur.
Gejala infeksi jamur pada anak-anak yang terinfeksi HIV dapat terlihat pada lapisan putih di lidah, yang sulit hilang bahkan setelah anak berusia di atas 2 bulan. Infeksi jamur ini tidak hanya terbatas pada lidah, tetapi dapat menyebar ke saluran cerna, menyebabkan diare kronik yang sulit diidentifikasi penyebabnya.
Selain infeksi jamur, anak-anak dengan HIV juga berisiko tinggi terkena tuberkulosis (TBC). TBC pada anak-anak ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk diare kronik yang sulit diatasi. Dia menjelaskan infeksi HIV pada anak-anak disebabkan oleh Human Immunoresensi Virus (HIV), yang menyerang sel kekebalan tubuh, terutama CD4.
"CD4 itu saya analogikan seperti tentara-tentara yang ada di badan kita, jika sel CD4 ini terserang virus HIV maka jumlahnya akan berkurang, fungsinya akan berkurang sehingga anak-anak atau seorang individu yang terinfeksi virus ini akan mengalami masalah kekebalan tubuh dan akhirnya sering mengalami infeksi," ujar Dina.
Dina menyebut untuk tahun 2023, terdapat sekitar 520 ribu pasien yang terdata menderita infeksi HIV atau AIDS, 3 persen di antaranya anak-anak di bawah 14 tahun. Meskipun persentasenya kecil, yakni 3 persen, jumlah anak-anak dengan HIV mencapai sekitar 15 ribu.
Baca juga: Komunitas garda terdepan menuju Indonesia bebas AIDS 2030
Baca juga: Kemenkes pastikan pengobatan HIV/AIDS gratis
Dina menegaskan bahwa deteksi dini dan pengobatan yang tepat menjadi kunci untuk menghindari kondisi berat dan konsekuensi jangka panjang pada anak-anak yang terinfeksi HIV dan mencegah masuk ke tahap AIDS.