Menyulap Pulau Kenawa Menjadi Destinasi Ramah Lingkungan Oleh Masnun Masud

id ksb kenawa

Menyulap Pulau Kenawa Menjadi Destinasi Ramah Lingkungan Oleh Masnun Masud

Floyd, seniman peniup "didgeridoo" (alat musik tradisional suku Aborigin, Australia) pada acara pembukaan pelatihan dan ground breaking eartship (hunian ramah lingkungan di Pulau Kenawa, KSB

....Penampilan apik dua seniman itu menandai pembukaan kegiatan pelatihan dan "ground breaking" rumah hunian ramah lingkungan (earthship) di Pulau Kenawa beberapa waktu lalu yang diikuti puluhan arsitek terbaik dari sejumlah negara yang dipimpin oleh
Lengkingan suara "Serune", yang merupakan alat musik khas "Tana Samawa" yang ditiup seniman Sumbawa Barat, Aji Jaya mengalun dinamis berpadu dengan nada rendah dari sebuah "didgeridoo" atau alat musik khas suku Aborigin yang dimainkan Floyd (37).

Penampilan apik dua seniman itu menandai pembukaan kegiatan pelatihan dan "ground breaking" rumah hunian ramah lingkungan (earthship) di Pulau Kenawa beberapa waktu lalu yang diikuti puluhan arsitek terbaik dari sejumlah negara yang dipimpin oleh Michael E Reynolds (Mike Reynolds).

Atraksi yang dipertontonkan dua seniman beda bangsa di Pulau Kenawa, Kecamatan Poto Tano, Sumbawa Barat itu sedikit mengurangi sengatan matahari yang membakar kulit dengan suhu mencapai 34 derajat celcius.

"Didgeridoo" adalah sebuah alat musik khas suku Aborigin (penduduk asli yang bermukim di bagian utara benua Australia),

yang berbentuk bulat dengan panjang sekitar 1,2 meter hingga 1,5 meter dengan pangkal berukuran kecil dan besar dibagian ujung.

Siang itu Floyd, seniman peniup didgeridoo berkulit putih kemerahan, berwajah brewok, mengenakan topi bergaya adventure, dengan balutan kaos singlet hitam, celana cargo poket, lengkap dengan sepatu boot.

Floyd, adalah arsitek sekaligus seniman berkebangsaan Australia. Pria berpenampilan nyentrik iyu meruapakn salah seorang dari 60 peserta pelatihan dan ground breaking "eartship" (hunian ramah lingkungan) yang sedang berlangsung di Pulau Kenawa sampai dua bulan ke depan.

Atraksi yang disuguhkan dua seniman beda bangsa itu mengundang tepuk tangan gemuruh ketika satu sesi "ngejams" selesai. Para tamu yang hadir kembali mendaulat Floyd dan Aji Jaya untuk mengulang penampilannya satu sesi lagi.

Harmonisasi nada yang tercipta dari dua alat musik tradisional dari benua, negara dan suku bangsa berbeda itu cukup memakau, sehingga mengundang aplaus ketika penampilan kedua dari dua seniman itu berakhir.

Siang itu, Senin (14 Nopember 2016), Pulau Kenawa yang bisa ditempuh dalam waktu 15 menit dengan perahu dari Pelabuhan Poto Tano dikunjungi rombongan Bupati Sumbawa Barat HW Musyafirin, Wakil Bupati Fud Syaifuddin, pimpinan DPRD dan sejumlah pejabat pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat.

Para pejabat itu didampingi sejumlah petinggi PT Eco Solution Lombok (PTESL), perusahaan pemegang izin pengelolaan Gili Balu` (gugusan delapan pulau kecil di Selat Alas, termasuk Kenawa) berkunjung ke pulau tersebut untuk menghadiri pembukaan pelatihan dan ground breaking pembangunan rumah ramah lingkungan.

Bupati Sumbawa Barat HW Musyafirin mengatakan selaian sebagai langkah awal dimulainya pengelolaan dan pembangunan Gili Balu sebagai kawasan ekowisata, kehadiran puluhan arsitek dari sejumlah negara itu juga dapat dimanfaatkan sebagai ajang mempromosikan Pulau Kenawa ke dunia internasional.

Apalagi, kata dia, Mike Reynolds, konsultan arsitektur berkebangsaan Meksiko yang menjadi mentor dalam kegiatan itu, merupakan konsultan arsitektur terbaik dunia di bidang infrastruktur ramah lingkungan dan energi terbarukan.

Kesediaan tokoh sekaliber Mike untuk datang dengan mengajak puluhan koleganya dari berbagai negara ke sebuah pulau di salah satu kabupaten bermoto "Bariri Lema Pariri" ini merupakan sebuah kesempatan langka.

Kedatangan Mike bersama rombongan saat ini merupakan kali kedua, setelah sebelumnya ia berkunjung ke pulau nan eksotis yang dihiasi hamparan "sabana" (padang rumput).

Mike mengaku jatuh cinta terhadap Pulau Kenawa sejak pertama kali menginjakkan kaki di pulau dengan luas sekitar 46 hektare itu. Alasan itu pula yang membuatnya menerima permintaan PT ESL untuk melaksanakan ground breaking pembangunan hunian ramah lingkungan di Pulau Kenawa.

Anggota tim yang dipimpin Mike berasal dari Amerika Serikat, Australia, Inggris, Spanyol, Italia, Rusia, Qatar, Arab Saudi, Portugal dan Meksiko.

Mereka tinggal dalam kemah-kemah mungil sederhana yang didirikan tidak beraturan di sekitar pulau. Fasilitas akomodasi yang tersedia di Pulau Kenawa saat ini memang masih relatif terbatas.

Hanya ada dua rumah panggung sederhana milik warga yang berjualan di pulau itu dan beberapa "gazebo" berukuran sedang dan kamar mandi umum. Belum tersedia fasilitas air bersih di pulau itu, sehingga pengunjung harus membawa air sendiri ketika berkunjung ke pulau tersebut.



Bahan bekas

Selama berada di Kenawa, Mike dan puluhan anggota timnya akan membangun sebuah bangunan ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan baku 90 persen merupakan bahan bekas, seperti ban mobil, botol plastik dan lain-lain dengan konstruksi berbeda dari konstruksi bangunan pada umumnya.

Mike menyatakan bangunan tersebut nantinya akan menjadi hunian yang sehat bagi manusia dan tidak akan menghasilkan limbah dan sampah, sehingga tidak akan berpengaruh buruk terhadap ekologi di Pulau Kenawa.

Bangunan yang akan dalam waktu empat minggu itu akan menjadi "eartship" kedua di dunia. Satu bangun rumah ramah lingkungan lainnya yang telah dibangun Mike sebelumnya berlokasi di New Mexico.

Selain bebas sampah dan limbah, eartship itu tanpa perangkat air condisioner (AC), suhu dalam ruangan bangunan tetap bisa bertahan dengan suhu 18 derajat celcius, meski suhu rata-rata di Pulau kenawa mencapai 32 - 35 derajat celcius.

Para pejabat di Pemkab Sumbawa Barat mengaku tidak sabar menerima ajakan Mike untuk kembali datang setelah empat minggu ke depan untuk menyaksikan langsung eartship yang luar biasa itu.

Di tengah kesibukan acara pembukaan dan groud breaking rumah ramah lingkungan di Pulau Kenawa nampak seorang bule lain berperawakan tinggi kurus, bertopi dan kacamata hitam dengan gagang putih, terlihat mondar mandir di sekitar pulau sambil membawa karung yang hampir penuh.

Pada kesempatan lain, Jose, pria berkebangsaan Portugal itu terlihat menenteng kantong plastik besar berwarna hitam, berjalan berkeliling di sekitar pulau untuk memungut sampah.

Ia nampak tak terlalu menghiraukan hiruk pikuk acara pembukaan kegiatan pelatihan yang sedang berlangsung, padahal dia adalah salah satu peserta kegiatan itu.

Sambil berjalan, Jose bahkan jarang terlihat memandang lurus ke depan, lebih banyak menunduk meneliti setiap jengkal tanah yang dilalui. Begitu mendapati sampah jenis apapun, ia langsung memungutnya, memasukkan kedalam kantong plastik lalu segera berjalan lagi menyusuri area lain di sekitar pulau.

Selain menjadi arsitek, Jose adalah penghoby petualangan dan pecinta lingkungan. Selama satu setengah bulan di Indonesia, sebelum ke Kenawa, pria itu sudah berkeliling Sumatera, Bali, Pulau Nias dan sejumlah tempat lain di Indonesia dan ia selalu memungut sampah disetiap tempat yang dikunjungi.

Jose mengaku bermimpi suatu saat nanti, seluruh tempat di dunia terbebas dari sampah, dengan demikian manusia dan spesies lain yang tinggal di bumi ini bisa hidup sehat dan berkualitas.

Setidaknya itu dibuktikan, ketika mendarat mendarat di Pulau Kenawa sehari sebelumnya. Ia langsung menenteng karung dan kantong plastik berkeliling memungut sampah.

Menurut dia, sampah terutama dari bahan plastik merupakan persoalan serius yang menghantui dunia, termasuk Indonesia.

"Karena itu semua pihak, harus ikut bergerak, ambil bagian memecahkan persoalan itu," katanya dengan penuh harap.

Kehadirannya di Pulau Kenawa, bersama puluhan arsitek lain, kata Jose, aalah untuk menunjukkan kepada dunia bahwa persoalan sampah sangat mungkin dituntaskan dengan kepedulian terhadap kebersihan dan membangun infrastruktur yang ramah lingkungan, untuk menciptakan kehidupan dan pariwisata yang berkualitas dimasa depan.

"Saya bermimpi suatu saat nanti, Pulau Kenawa di Indonesia ini akan menjadi contoh dalam pengembangan pariwisata ramah lingkungan yang berkelanjutan. Dengan tetap menjaga alam dan berkomitmen untuk kelestariannya, alam akan memberikan manfaat dan mendatangkan banyak wisatawan ke Indonesia yang sangat indah ini," kata Jose.

Datang dari negeri yang jauh ke suatu negara dan mengunjungi pulau terpencil, lalu berkeliling di seluruh pulau tersebut memungut sampah, bagi sebagian orang mungkin dianggap gila atau kurang kerjaan.

Namun bagi Jose hal itu bukan sekadar kesenangan, tetapi sebuah kewajiban untuk menciptakan bumi yang sehat, indah dan bersih.

Kisah Jose, pria pemungut sampah ini merupakan salah satu dari sekian banyak cerita bernuansa inspiratif yang akan terjadi dalam kurun waktu dua bulan ke depan.

Ini sejalan dengan keinginan pemerintah Kabupaten yang dikenal dengan moto "Bariri Lema Pariri" untuk mengembangkan Pulau Kenawa menjadi objek wisata berawasan lingkungan. (*)