Jakarta (ANTARA) - Sutradara Andibachtiar Yusuf kembali merilis karya film drama komedi terbarunya bertajuk “Bu Tejo Sowan Jakarta” yang tayang di bioskop mulai hari ini, 18 Januari 2024 dan menghadirkan kisah keluarga Bu Tejo bersama tetangga desanya untuk pergi ke Jakarta dengan kekhasan budaya Nusantara di dalamnya.
Film ini dimulai saat anak Bu Tejo, yakni Teddy (Aditya Lakon) pulang ke rumah mereka di kawasan Yogyakarta. Kepulangannya ini dilakukan untuk menjenguk Bu Tejo (Siti Fauziah) serta keluarga sekaligus meminta restu untuk melamar kekasihnya di Jakarta, Vanessia (Claudia Putri).
Berita tersebut langsung membuat heboh Bu Tejo sekeluarga karena merasa senang akhirnya sang putra dapat segera menikah. Namun, kebahagiaan Bu Tejo tidak berlangsung lama setelah tahu calon menantunya itu berasal dari keturunan Tionghoa.
Bu Tejo pun berusaha menutup rapat rencana pernikahan anaknya dari tetangga sekitar karena asal-usul Vannesia yang bukan dari kalangan suku Jawa. Namun, Teddy sengaja membocorkan rencana lamaran dan pernikahannya itu ke tetangga sekitar agar sang ibu menyetujuinya.
Dengan terpaksa, Bu Tejo bersedia pergi ke Jakarta bersama keluarga sekaligus tetangganya yang ingin melihat Vannesia secara langsung. Selama perjalanan ke Jakarta, Bu Tejo berusaha untuk menggagalkan rencana perjalanan mereka, mulai dari bolak-balik menepi untuk pergi ke toilet hingga memohon untuk pulang kembali ke Yogyakarta.
Akankah Teddy dan Vannesia berhasil mendapat restu dari Bu Tejo?
Hal ihwal jodoh dan pernikahan multikultural
Secara garis besar, film “Bu Tejo Sowan Jakarta” membingkai pernikahan multikultural yang kerap menjadi permasalahan keluarga calon pengantin. Padahal, masyarakat Indonesia memiliki suku dan etnis yang beragam, sehingga berbanding terbalik dengan kecenderungan beberapa masyarakat yang mengharuskan pasangan berasal dari suku atau etnis yang sama.
Ditambah lagi, masih ada sentimen budaya tertentu atau stigma yang melekat di tengah masyarakat. Melalui film ini, penonton akan melihat bahwa perbedaan suku dan etnis di Indonesia masih menjadi permasalahan yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan.
Satu hal yang pasti, jodoh berada di tangan Tuhan dan tidak ada yang tahu siapa jodoh seseorang di masa depan. Jika takdir sudah mempertemukan dua insan untuk mengikat tali pernikahan, meskipun memiliki latar belakang budaya berbeda, seharusnya hal tersebut bukan jadi masalah berarti.
Di realitas kehidupan masyarakat Indonesia, pernikahan multikultural sudah jamak dilakukan. Pernikahan antara orang dari suku Batak dengan Jawa, etnis Tionghoa dengan Melayu, dan lainnya seharusnya tidak menutup mata masyarakat Indonesia yang masih menentang pernikahan multikultural.
“Bu Tejo Sowan Jakarta” sedikit banyak mengajarkan pada penonton bahwa latar belakang budaya bukan lagi penentu keharmonisan rumah tangga suatu pasangan. Ada lebih banyak tantangan yang harus dihadapi tiap insan yang sudah menikah, alih-alih mempermasalahkan sukuisme yang memang sudah dari “sananya” seperti itu.
Sutradara film ini sepertinya ingin mengilhami masyarakat Indonesia untuk lebih terbuka dalam menerima. Entah menerima pasangan, latar budaya yang dibawanya, atau pun keluarga masing-masing untuk saling menghargai.
Bentuk toleransi yang unik, dan dikemas dalam film drama komedi “slice of life” layaknya menyaksikan tetangga di sekitar kita.
Dunia lain dari tokoh Bu Tejo
Mungkin penonton sudah tidak asing dengan tokoh ikonik Bu Tejo yang diperankan Siti Fauziah. Seniman asal Yogyakarta ini berhasil membawakan karakter Bu Tejo yang ceriwis, tetapi perhatian dengan keluarganya melalui film “Bu Tejo Sowan Jakarta”.
Awalnya, Bu Tejo merupakan karakter fiktif dalam film pendek “Tilik” yang dirilis 2018 lalu. Seiring berjalannya waktu, film pendek tersebut berhasil melambungkan nama Siti Fauziah dan sejumlah pemeran lainnya, hingga sempat dibuat serialnya berjudul “Tilik The Series” pada tahun 2023.
Meskipun memerankan persona yang sama, yakni Bu Tejo yang ceriwis, nyatanya karakter Bu Tejo dalam film ini memiliki alur cerita yang berbeda dari film dan serial “Tilik” sebelumnya. Cerita dalam film ini berpusat pada anaknya yang akan menikah dengan perempuan berbeda etnis dan berlatarkan perjalanan menuju Jakarta.
Berbeda, tetapi juga mirip. Kira-kira begitulah interpretasi yang tepat untuk film “Bu Tejo Sowan Jakarta” ini.
Jika tadi merupakan pembahasan mengenai perbedaan Bu Tejo di universe “Tilik” dan film “Bu Tejo Sowan Jakarta”, maka ada satu kemiripan lain yang ada di antara keduanya. Sebagian besar adegan di film ini masih mengambil latar perjalanan dan lika-liku Bu Tejo serta orang-orang terdekatnya menuju suatu tempat, dalam hal ini Jakarta.
Walaupun begitu, film “Bu Tejo Sowan Jakarta” masih tetap menarik dinikmati karena bahasannya yang ringan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, di 15-20 menit pertama penonton akan merasa pusing saat melihat Bu Tejo dan tetangga-tetangganya yang ceriwis, sehingga setiap adegan terasa tumpang tindih karena suara mereka.
Jadi, persiapkan diri untuk lebih fokus dan coba lihat penerjemahan dalam bahasa Indonesia di bagian bawah layar agar pesan cerita tetap bisa tersampaikan.
Totalitas para pemain film pendatang baru
Penonton juga akan melihat sejumlah pemain film pendatang baru karena wajahnya kurang familiar ada di film komersial bioskop. Siti Fauziah, misalnya, dia mengatakan bahwa perannya di film ini merupakan peran utama pertamanya dalam film panjang.
Namun, penonton tidak perlu khawatir dengan kualitas akting para pemain. Beberapa “punch line” komedi juga berhasil dibawakan dengan lucu.
Penonton pun akan terkekeh dengan tingkah wong ndeso ala Bu Tejo dan para tetangganya.
Tidak hanya itu, film ini juga menampilkan beberapa cameo untuk menambah semarak alur cerita dan situasi di dalamnya. Ada comica Musdalifah Basri hingga ustaz Maulana yang akan diingat oleh penonton usai menonton film ini.