Jakarta (ANTARA) - Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPPR) Kemenkeu Deni Ridwan mengingatkan kepada masyarakat untuk memilih instrumen investasi yang sesuai dengan tujuan keuangan agar terhindar dari kerugian.
"Kalau kita bicara strategi investasi, pertama, tujuannya dulu. Apakah jangka pendek, menengah, atau panjang. Kemudian kita sesuaikan, mana (instrumen investasi) yang cocok," kata Deni di Jakarta pada Kamis (15/2) malam.
Dalam menerapkan strategi berinvestasi, Deni mengutip filosofi yang pernah dikatakan pelatih sepak bola Alex Ferguson yaitu "attack wins you games, defence wins you titles". Ungkapan itu menekankan pentingnya membangun pertahanan apabila ingin menjadi seorang juara.
Deni mengatakan bahwa langkah memperkuat pertahanan perlu dilakukan dalam berinvestasi untuk mencegah kerugian. Oleh sebab itu, dia menyarankan masyarakat untuk memilih instrumen investasi yang konvensional terlebih dahulu karena relatif lebih aman.
"Yang penting investasi ini akan memberi imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan inflasi. Apa yang aman?, Mungkin deposito, Surat Berharga Negara (SBN) ritel, atau emas. Itu investasi yang mungkin tidak akan rugi," ujar dia.
Apabila pertahanan sudah kuat, lanjut Deni, maka masyarakat dapat masuk ke instrumen investasi dengan risiko menengah atau lebih tinggi dibanding konvensional. Beberapa contoh investasi yang dapat dipilih, antara lain reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan obligasi korporasi.
Pada tahap selanjutnya, terang Deni, maka investor dapat masuk pada instrumen investasi yang lebih "attacking" atau dengan risiko yang semakin tinggi seperti saham dan kripto.
Deni berpendapat bahwa porsi investasi yang bersifat defensif atau konvensional cenderung mendominasi seiring bertambahnya usia seseorang. Sementara porsi investasi konvensional pada orang berusia muda cenderung lebih kecil karena kelompok usia ini lebih berani untuk mengambil risiko.
Meski begitu, porsi investasi tetap harus mempertimbangkan preferensi risiko masing-masing individu. Maka, kata Deni, bukan hal yang keliru apabila terdapat orang muda yang lebih memiliki preferensi risiko rendah sehingga akan lebih banyak berinvestasi pada instrumen yang relatif aman.
Baca juga: Kemenkeu bidik 20 ribu investor baru pada penerbitan SBN ritel
Baca juga: Kemenkeu menargetkan penerbitan SBN ritel tahun Rp160 triliun
"Sekali lagi, keputusan untuk berapa persen (porsi) yang konservatif dan berapa persen yang lebih berisiko itu biasanya disesuaikan dengan umur dan juga pada preferensi risikonya," kata dia.
Menurut Deni, generasi muda harus menumbuhkan kebiasaan berinvestasi terlepas dari berapapun nominalnya. Bahkan hanya dengan Rp1 juta, investor pemula sudah bisa memiliki Obligasi Negara Ritel seri 025 (ORI025) yang belum lama ini diterbitkan pemerintah dengan kupon tetap (fixed rate) mulai dari 6,25 persen per tahun.
"Ada yang bilang, investasi itu hanya untuk orang kaya. Itu salah. Justru karena duit kita sedikit, makanya kita harus atur supaya bisa mendapatkan manfaat yang optimal. Apalagi, dengan kehadiran teknologi saat ini justru opsi untuk kita berinvestasi lebih banyak," kata Deni.