Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova mengatakan penanganan dan pengelolaan sampah agar tidak berakhir ke perairan penting dilakukan, mengingat kerugian yang disebabkan tidak hanya kepada lingkungan tapi juga sektor ekonomi.
"Kalau kita lihat dari sisi ekonomi paling tidak Indonesia mengalami kerugian secara ekonomi range atasnya sekitar Rp250 triliun, kerugian yang terjadi akibat sampah plastik yang masuk lingkungan laut," ujar Reza dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Peneliti di Pusat Riset Oseanografi BRIN tersebut menjelaskan estimasi kerugian maksimal tersebut baru mencakup tiga sektor yaitu maritim, kelautan, dan perikanan. Menurutnya, jumlah itu jauh lebih besar jika dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan sampah didukung dengan fasilitas yang mumpuni.
Untuk itu, lanjutnya, dimulai dengan mendukung kegiatan pemilahan sampah dari sumbernya, salah satunya sampah yang bersumber dari kegiatan rumah tangga, serta fasilitas penanganan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) termasuk yang mengolah sampah menjadi energi.
Dia mengatakan estimasi dibutuhkan anggaran sekitar Rp16 triliun sampai dengan Rp30 triliun.
"Jumlah yang memang lumayan besar, tapi itu bisa mengurangi sampai 62 persen sampah, paling tidak target kita (penanganan) 70 persen sampah tahun 2025 bisa terkejar," ujarnya.
Baca juga: Peneliti BRIN mengungkap penyebab emisi gas Gunung Ruang menyebar
Baca juga: Aneka masakan sega untuk dukung ekonomi kreatif
Hal itu untuk mencapai target pengelolaan sampah yang tertuang di Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, yaitu pengurangan sampah 30 persen dan penanganan sampah 70 persen pada 2025.
Terdapat pula target pengurangan sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada tahun depan, menurut Perpres Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah di Laut.